Sekali Jahat Tetap Jahat
ilustrasi pembunuhan--
Kemudian, jumlah residivis yang ditangkap polisi lagi karena melakukan kejahatan baru, jumlahnya naik menjadi 77 persen dari 405.000 narapidana, setelah lima tahun bebas hukuman.
Tambah lama jumlahnya kian naik. Tidak diriset, bagaimana setelah lewat dari lima tahun. Dari data tersebut, mayoritas residivis bakal melakukan kejahatan baru.
Menurut laporan riset BJS, narapidana yang bebas setelah menjalani hukuman atas pelanggaran properti adalah yang paling mungkin untuk melakukan kejahatan berulang. Laporan tersebut juga menemukan bahwa residivisme tertinggi terjadi di kalangan laki-laki, orang kulit hitam, dan dewasa muda.
Laporan BJS menyebutkan, tingkat residivisme lebih tinggi di kalangan pelaku tindak pidana non kekerasan. Namun, laporan itu juga menemukan bahwa sekitar 10 persen terpidana pembunuh yang dibebaskan di 30 negara bagian AS pada 2005 ditangkap dalam waktu 6 bulan, dan sekitar 48 persen ditangkap dalam waktu lima tahun.
Dari semua pelaku kekerasan yang dibebaskan di 30 negara bagian pada 2005, sekitar 33 persen ditangkap karena pelanggaran kekerasan lainnya dalam waktu lima tahun setelah pembebasan mereka.
Rilis berita BJS menyatakan, temuan terakhirnya mengenai residivisme tidak dapat secara langsung dibandingkan dengan studi biro sebelumnya terhadap narapidana yang dibebaskan pada 1994 di 15 negara bagian.
Sebab, ada perubahan pada karakteristik demografi dan riwayat kriminal populasi penjara AS, peningkatan jumlah negara bagian dalam studi tersebut, dan peningkatan yang dilakukan terhadap kualitas dan kelengkapan catatan riwayat kriminal nasional sejak pertengahan 1990-an.
Temuan BJS itu sesuai dengan tersangka Yusak. Sekali penjahat tetap penjahat.
Tapi, ada yang beda pada Yusak. Berdasar pengakuannya kepada penyidik, ia tidak tega membunuh anak bungsu kakaknya, yakni SPY. ”Kasihan. Tidak tega,” ujarnya kepada penyidik.
Sekeluarga itu –Agus dan istrinya, Kristina, serta dua anak mereka, CAW dan SPY– dihajar palu di kepala. Kepada Kristina, pukulan tiga kali, termasuk satu kena leher. Kepada Agus dua kali. Kepada CAW dua kali. Kepada SPY cuma satu kali karena tidak tega.
Namun, pukulan palu besi besar ke arah kepala bocah usia 11 tahun sebenarnya sudah mematikan. Pengakuan tersangka bahwa ia kasihan kepada SPY tidak logis.
Kalau benar ia kasihan, pasti SPY tidak dipukul. Buktinya, SPY terluka parah di kepala. Kini ia masih dirawat intensif di RS Bhayangkara Kediri.
Begitulah karakter residivis. Sudah melakukan kejahatan berulang, masih juga mengaku kasihan kepada korban yang sudah dipalu. Ia dijerat cuma satu pasal: 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman hukuman mati. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: