Ramadan Kareem 2025 (19): Ngaji Multifungsi TNI

Ramadan Kareem 2025 (19): Ngaji Multifungsi TNI

Suasana Ramadan 2025 atau bertepatan dengan 1446 H tahun ini ramai dibincangkan agenda rapat pembahasan RUU TNI. --iStockphoto

Pada lingkup inilah, saya tertegun kagum atas ungkapan tersebut yang berarti: negara dan desa diibaratkan seperti singa dengan hutan/apabila desa rusak, rusaklah negara karena kekurangan pangan/kalau tidak ada tentara yang kuat pasti negara mudah diserang musuh/untuk itulah peliharalah keduanya.

Sebuah pesan yang sangat fenomenal dalam peradaban ekologis antara pertahanan negara dan hutan. Membangun negara harus berpijak pada kepentingan eksosistem hutan, sehingga amatlah logis apabila TNI terpanggil mengatasi kerusakan hutan.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (11): Puasa Itu Asyik Aja 

Apalagi kebijakan menambah pasukan TNI dalam membantu rakyat, termasuk mendistribusikan sembako misalnya, didasari oleh pengkajian fundamental bahwa menolong korban bencana itu  memilki arti penting bagi lingkungan dan kemanusiaan.

Asap pekat karhutla contohnya di musim kemarau setiap tahunnya, jelas berpotensi mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat. Begitula keterangan yang diberikan Mabes TNI  dan saya mengamininya.

Tentu TNI semakin terpanggil  dengan data dari Forest Watch Indonesia yang menyebutkan bahwa hutan alam Sumatera tersisa 11,4 juta hektar akibat alih fungsi hutan untuk tanaman industri, perkebunan, dan pertambangan.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (10): Ramadan dan Daun Sang Mahacinta

Diprediksi dalam 10 tahun ke depan, hutan Sumatera hanya tinggal 16 persen dari total luas pulau ini. Bukankah selama ini memang aneh, rezim silih berganti, mengapa deforestasi tidak berhenti? Sampai kapan “siklus tahunan” enyah dari negeri ini?    

Terhadap kasus lahan kritis atau kerusakan ekosistem, secara yuridis dapat diterapkan tiga jerat hukum. Pertama, aspek administratif yang dilakukan dengan pengawasan dan penerapan sanksi.

Apabila suatu wilayah mengalami kerusakan, hal itu menandakan betapa lemahnya kinerja pengawasan  instansi birokrasi lingkungan. Organisasi pemerintahan menjadi pihak yang dapat diminta pertanggungjawaban hukum atas kehancuran ekosistem lingkungan.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (9): Menghindari Talbis Iblis

Pejabat pengawas yang tidak melakukan tugasnya secara profesional dapat dipidana. Kedua adalah aspek kepidanaan terhadap  pelaku kejahatan lingkungan. Korporasi menjadi prioritas penanganan sejurus dikeluarkannya PERMA No. 13 Tahun 2016.

Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Pertanggungjawaban pidana lingkungan memang dapat dibebankan kepada perseorangan (natuurlijke persoon) atau badan hukum (rechtspersoon).

Pertanggungjawaban pidana terhadap pengurus atau pimpinan ini juga diatur di USA. Pasal 51 UU Pidana Belanda (Stb. 1998 No. 35) pun memuat sanksi dan pertanggungjawaban pidana bagi korporasi.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (8): Sepekan Keindahan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: