Ramadan Kareem 2025 (20): Mencari Surabaya saat Ramadan

Ramadan Kareem 2025 (20): Mencari Surabaya saat Ramadan

Ramadan ini mengingatkan bahwa rekam jejak pertempuran yang beralas hukum syariah dalam Resolusi Jihad terbidik berbalik dengan gempuran ekonomi yang sangat tidak adil di kancah ekologi perkotaan di abad ke-21. --iStockphoto

HARIAN DISWAY - Pada saat menyambut Nuzulul Quran yang masjid-masjid semakin meriah, saya melamunkan keagungan Ramadan yang selalu mengagumkan. Beragam acara dan gerakan ekonomi terus menggeliat.

Kampung-kampung tampak ramai menggema. Suara mengaji dan musik patrol setiap malam membangunkan warga. Suasananya terjaga dan heroisme pergaulan terkristalkan. Kondisinya mengingatkan saya era gerakan revolusioner di Surabaya.

Ingatlah ketika santri menghentak jagat menjaga NKRI usai mendapat “sabda agung” yang tertuang di naskah Resolusi Jihad, pada 22 Oktober 1945. Pergolakan mempertahankan Kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersemat revolusioner menohok “kolusi strategis” Belanda, Inggris dan Jepang di balik “kelambu” NICA serta AFNEI.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (19): Ngaji Multifungsi TNI

Hizbullah dari wilayah Jombang, Mojokerto sampai Bondowoso dan Sidubondo tumplek blek di  Surabaya. Pertempuran berlangsung dari Perak hingga Wonokromo berjejer sambung-menyambung.

Hari-hari itu di bulan-bulan ini sampai November 1945 amatlah keras dan brutal. Bumi hangus Surabaya berlangsung terang dan dibayar mahal pasukan Sekutu dengan lelehan tangis yang pahit. Korban dari kedua belah pihak tidak terhindari.

Ramadan ini mengingatkan itu semuanya. Rekam jejak pertempuran yang beralas hukum syariah dalam Resolusi Jihad terbidik berbalik dengan gempuran ekonomi yang sangat tidak adil di kancah ekologi perkotaan di abad ke-21.
Gedung utama Balai Kota di Taman Surya di daerah Ketabang mulai dibangun pada 1923 dan mulai ditempati pada tahun 1927. Arsiteknya ialah C. Citroen. --iStockphoto

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (18): Banjir yang Terundi 

Sekarang semua tahu bahwa Surabaya tengah memamerkan auratnya. Apa yang sedang melanda “Kota Jihad” tercinta? Adakah arah zaman kota ini sedang terputus titik-titik rotasi masanya dalam lingkup yang menggelisahkan?

Warga kota merasakan sesak napas kultural untuk menghelakan desah panjang guna merenungi jalan pengembaraan yang seolah gagal menemukan “tanah harapan”.

Sebuah kota akan berduka apabila “tatanan organiknya” diam seribu bahasa untuk tidak memberikan “pesan-pesan suci” apa pun. Pertanyaan yang segera menggelegak adalah: bagaimana wajah Surabaya masa depan? Mari dipelototi kota ini.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (17): Belajar Takwa Semesta

Tidakkah kota ini gemerlap tetapi kehilangan identitasnya dalam tingkatan yang memilukan? Lambat tapi pasti metropolitan   semakin menepikan kepahlawanannya dalam mengenang heroisme warganya.

Hedonisme telah menyertai dan menguasai hampir seluruh segmen kehidupan warganya. Kota ini laksana “hamparan tanah kosong” yang penuh pengintai. Atau kota ini bagaikan lahan tidak bertuan yang sedang dikangkangi penjajah?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: