Generasi Muda dan Tantangan Demokrasi Digital di Indonesia
ILUSTRASI gerakan #PeringatanDarurat yang dilatarbelakangi isu kerusakan konstitusi.-istimewa-
BACA JUGA:Ini 5 Karakter Tokoh Pemuda dalam Wayang Kulit, Inspirasi untuk Generasi Muda
BACA JUGA:Generasi Muda Harus Ikut Jaga Budaya
Generasi muda juga mampu memanfaatkan ruang digital untuk mengawal transparansi kebijakan publik. Dengan akses yang lebih mudah terhadap data dan informasi, mereka dapat mengawasi kebijakan pemerintah, menyuarakan kritik, bahkan membuat petisi yang bisa memengaruhi keputusan politik.
Dalam hal ini, teknologi digital menawarkan ruang partisipasi politik yang lebih luas dan lebih inklusif. Suara generasi muda pun dapat didengar lebih jelas.
Namun, bersamaan dengan peluang yang ada, teknologi digital juga menghadirkan sejumlah tantangan bagi demokrasi. Salah satu ancaman terbesar adalah penyebaran disinformasi.
BACA JUGA:AMPI Harus Memenangkan Hati Generasi Muda di Jatim
BACA JUGA:Generasi Muda dan Tiga Tantangan Industri Sawit
Di media sosial, informasi yang belum tentu benar bisa dengan cepat menyebar dan membentuk opini publik tanpa melalui proses verifikasi. Hal tesrebut dapat merusak proses demokrasi dengan memengaruhi pemahaman masyarakat terhadap suatu isu politik atau sosial.
Gen Z juga memiliki kelemahan dalam berkomunikasi serta lebih menyukai hal yang instan. Mereka juga terburu-buru dalam mengambil sebuah keputusan (Melsya Dwi Putri, 2024).
Selain itu, generasi muda sering kali terjebak dalam ”echo chamber”, yakni mereka hanya menerima informasi yang sesuai dengan pandangan mereka, tanpa melihat perspektif lain.
Hal itu diperparah dengan algoritma media sosial yang cenderung menampilkan konten yang disukai pengguna sehingga mempersempit wawasan dan memperdalam polarisasi sosial.
Polarisasi itu sering kali membuat dialog antarkelompok yang berbeda pandangan menjadi sulit, bahkan tidak mungkin, yang berujung pada meningkatnya ketegangan di masyarakat.
Manipulasi politik juga menjadi masalah besar di dunia digital.
Teknologi digunakan untuk memengaruhi opini publik melalui kampanye yang tidak transparan, penggunaan bot untuk meningkatkan popularitas isu tertentu, hingga microtargeting yang memanfaatkan data pribadi untuk memengaruhi keputusan politik secara individu yang biasa kita sebut yakni ”buzzer”.
Semua itu mengaburkan batas antara informasi yang faktual dan yang telah dimanipulasi, merusak integritas demokrasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: