Mega Gus Dur
ILUSTRASI Mega Gus Dur.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BANYAK ORANG akan selalu ingat Gus Dur alias KH Abdurrahman Wahid setiap kali ada gegeran politik yang menyangkut Megawati Soekarnoputri. Sebab, antara mantan ketua umum PBNU dan pendiri PKB dengan ketum PDI Perjuangan itu mempunyai irisan sejarah politik yang sama.
Keduanya pernah sama-sama menjadi ”musuh utama” dan ”target politik” pemerintahan Orde Baru. Gus Dur dikenal sebagai pemimpin gerakan masyarakat sipil dari kalangan santri, sedangkan Megawati pemimpin gerakan politik dari kalangan kaum nasionalis.
Keduanya adalah tokoh gerakan di kolompok politik yang berbeda. Kelompok politik yang menjadi akar kuat lahirnya negara-bangsa ini: nasioanalisme-religius. Gus Dur cucu pendiri NU, ormas Islam terbesar di Indonesia, sedangkan Megawati putri pendiri Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
BACA JUGA:Awut-Awut Megawati
BACA JUGA:Prabowo di Antara Jokowi dan Megawati
Karena menjadi tokoh perlawanan terhadap ”dominasi” politik Orde Baru, keduanya pernah menjadi musuh utama Presiden Soeharto. Itulah presiden Indonesia yang pernah berkuasa selama 32 tahun.
Presiden yang dalam memperkokoh kekuasannya menggunakan ABRI, birokrasi, dan Golkar sebagai pilarnya.
Rasanya belum ada pemerintahan setelahnya yang kekuatannya bisa menandingi Presiden Soeharto saat itu. Jaring-jaring kekuasannya masuk ke semua lini kehidupan. Segala kata-katanya seakan menjadi ”fatwa” yang harus dilaksanakan para pembantunya.
BACA JUGA:Biden, Gus Dur, dan Prabowo
BACA JUGA:Perlawanan Ketiga Megawati
Ia bisa memenjarakan siapa saja. Namun, juga bisa memberikan ”hadiah” kepada siapa pun yang dikehendakinya.
Gus Dur dan Megawati menjadi dua sosok simbol perlawanan terhadap kedigdayaan Presiden Soeharto. Tangan-tangan tak tampak selalu membayangi setiap gerak keduanya dalam setiap langkah. Baik dalam gerakan yang formal organisasional maupun gerak personal keduanya. Jejak langkah keduanya selalu diikuti kepanjangan tangan Presiden Soeharto.
Namun, Presiden Soeharto lebih banyak mengimbangi jejak langkah keduanya dengan pendekatan politik. Misalnya, dengan menjadikan orang-orang di internal golongan mereka untuk ”menandingi” gerakan politik keduanya. Misalnya, Megawati ditandingkan dengan Suryadi, tokoh PDI yang didukung pemerintah.
BACA JUGA:Menunggu Sikap Megawati
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: