PP Muhammadiyah Kritik RUU Minerba, Soroti Konsesi Tambang untuk Kampus hingga Tumpang Tindih Aturan
Syahrial Suwandi saat memberi masukan-TVR Parlemen-Youtube
HARIAN DISWAY - Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) sedang dalam pembahasan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama PBNU, PP Muhammadiyah, dan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) di Senayan, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025.
Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan menjelaskan urgensi revisi UU Minerba itu untuk menyediakan payung hukum kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.
Perwakilan dari PP Muhammadiyah, Syahrial Suwandi, meminta agar Baleg DPR RI mencantumkan ketentuan yang jelas.
Menurutnya, dalam beberapa poin RUU tentang Perubahan Keempat atas UU tentang Mineral dan Batubara tersebut masih mengandung kalimat-kalimat umum yang memerlukan perincian.
BACA JUGA:Gus Ulil: PBNU Tak Pernah Minta Konsesi Pengelolaan Tambang, Itu Inisiatif Pemerintah
BACA JUGA:Revisi UU Minerba jadi Inisiatif DPR, Kampus Bisa dapat Jatah Lahan Tambang
Berikut poin-poin dari PP Muhammadiyah terhadap RUU minerba:
1. Pasal 17 a ayat 2 tentang pemerintah pusat dan daerah menjamin tidak ada perubahan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pada Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral logam dan batubara, yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
Terkait pasal itu, Syahrial mengeluhkan fakta bahwa sering terjadinya pertentangan UU. Terutama antara tambang dan kehutanan, tambang dan lingkungan, tambang dan pertanian, maupun tata ruang.
Oleh karena itu, ia menyarankan adanya sinkronisasi untuk dibentuk prioritas antar undang-undang. “Perlu ada skala prioritas di dalam pengelolaan sumber daya alam” ungkapnya.
BACA JUGA:PBNU Garap 26 Ha Lahan Tambang Mulai Januari 2025, Jatah untuk Muhammadiyah sudah Disiapkan
2. Menurut Syahrial, perlu diperjelas dan dipertegas tentang definisi "tambang rakyat". Karena dalam perjalanannya, sulit membedakan antara tambang rakyat dan tambang mengatasnamakan rakyat yang sebetulnya ilegal.
“Sehingga kadang-kadang bagi kami atau bagi kita semua agak sulit nantinya, ini kita berhadapan dengan tambang beneran (untuk) rakyat kah atau bukan,” terangnya.
Selain itu, Syahrial juga memohon beberapa pasal untuk diperjelas lagi. Pasal 51 a ayat 2 butir b tentang pemberian prioritas pada perguruan tinggi dengan status paling rendah akreditasinya adalah B.
BACA JUGA:PBNU Bisa Kelola 23 Ribu Ha Lahan Tambang Bekas KPC, Muhammadiyah Berapa?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: