PP Muhammadiyah Kritik RUU Minerba, Soroti Konsesi Tambang untuk Kampus hingga Tumpang Tindih Aturan
Syahrial Suwandi saat memberi masukan-TVR Parlemen-Youtube
Dalam konteks tersebut, Syahrial menuntut spesifikasi yang mendalam. Pasalnya, tidak semua perguruan tinggi punya kemampuan dan punya prodi pertambangan dan geologi. Padahal, pengelolaan tambang harus terintegrasi dari hulu sampai hilir.
Kemudian Pasal 51 b tentang IUP mineral logam dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas. Syahrial memandang agar sebaiknya IUP dikelola oleh BUMN saja.
Berikutnya, pasal 1 a 69 a ayat 5 tentang pemegang IUP sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian untuk tambang batubara dan seterusnya diberi perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan.
Menurut Syahrial, pasal di atas masih mengambang dan perlu dievaluasi karena tidak ada batasan waktu perpanjangan dapat diajukan.
BACA JUGA:Gus Yahya Paparkan Alasan PBNU Terima Izin Tambang dari Pemerintah: Butuh Uang Untuk Organisasi
Pada pasal 1 73 d terkait pencabutan IUP yang tumpang tindih oleh negara. Itu juga perlu diperjelas karena tumpang tindih antar komoditi tambang ataukah sesama komoditi batubara dan batubara, atau batubara dan mineral, atau antar tambang dan kegiatan nonpertambangan.
“Karena kegiatan masalah tumpang tindih begini, itu menjadi masalah yang cukup lama sampai sekarang belum ada penyelesaian terbaiknya," bebernya.
3. Walaupun Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah diberikan prioritas pada tahap awal, ada hal-hal yang perlu dicermati terutama dalam PP 76 pasal 5 c ayat 3 tentang larangan bermitra dengan PKP2B dan afiliasinya.
BACA JUGA:Muhammadiyah Bentuk Dua Perusahaan yang Akan Kelola Tambang Bersama Para Ahli
Konsekuensinya, imbuh Syahrial, menjadikan ormas tidak bisa bekerjasama memanfaatkan jalan hauling (jalan khusus yang dirancang untuk mengangkut material tambang dari lokasi penambangan ke fasilitas pengolahan atau penyimpanan, Red).
Sehingga, PP Muhammadiyah dituntut mengeluarkan modal besar. Terutama untuk membangun jalan dari lokasi taman ke pelabuhan.
"Kalau lokasi taman ke pelabuhan itu sampai 70 kilometer, maka untuk membangun 1 km jalan tambang itu atau jalan hauling itu lebih kurang satu juta dolar, Pak,” keluhnya.
Yang kedua, investasi alat berat itu juga tidak kecil. Termasuk membangun pelabuhan juga butuh biaya yang sangat besar.
BACA JUGA:PP (Perusahaan Pertambangan) Muhammadiyah
Syahrial lantas menanyakan terkait Kompensasi Data Informasi (KDI). Apakah pembayaran dan pembiayaannya diberlakukan di muka atau pascaproduksi (belakang) dengan sistem penyicilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: