Penetapan Tersangka Nadiem Makarim Tidak Sah, Kuasa Hukum Ungkap Tujuh Alasannya

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengajukan praperadilan usai dirinya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi terkait pengadaan sistem Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-20-Candra Pratama - Disway.id-
HARIAN DISWAY - Tim Penasihat Hukum Nadiem Anwar Makarim mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 September 2025. Gugatan praperadilan tersebut teregister dengan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN.Jaksel.
Kuasa Hukum Nadiem, Dr. Dodi S. Abdulkadir menegaskan terdapat tujuh alasan yang membuat penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak sah dan tidak mengikat secara hukum.
Pertama, penetapan tersangka tidak disertai hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang bersifat nyata (actual loss) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
BACA JUGA: Sidang Praperadilan Nadiem Makarim Digelar 3 Oktober di PN Jaksel
“Padahal, audit ini menjadi syarat mutlak menentukan adanya kerugian keuangan negara yang menjadi salah satu syarat dari pemenuhan dua alat bukti yang dipersyaratkan dalam Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MKRI 21/PUU-XII/2014,” kata Dodi.
Kedua, BPKP dan Inspektorat telah melakukan audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2020–2022 dimana tidak ada indikasi kerugian keuangan negara akibat perbuatan melawan hukum oleh Nadiem.
Hasil ini diperkuat dengan Laporan Keuangan Kemendikbud Ristek 2019–2022 yang memberikan status/opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
BACA JUGA: Kejagung Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Nadiem Makarim
Ketiga, penetapan tersangka Nadiem cacat hukum karena dilakukan tanpa minimal dua bukti permulaan yang disertai pemeriksaan calon tersangka sebagaimana disyaratkan Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014.
“Surat Penetapan Tersangka terhadap Nadiem dikeluarkan pada tanggal yang bersamaan dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yaitu tanggal 4 September 2025,” kata Dodi.
Keempat, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan dan atau Nadiem hingga saat ini tidak pernah menerimanya.
BACA JUGA: Nadiem Ajukan Praperadilan
Hal ini melanggar Pasal 109 KUHAP jo. Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015, menghilangkan fungsi pengawasan penuntut umum, dan membuka peluang penyidikan sewenang-wenang. Kelima, Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022 yang dijadikan dasar penetapan tersangka
Nadiem sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 bukan nomenklatur resmi dan tidak pernah ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 maupun kebijakan resmi Kemendikbud Ristek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: