Keterwakilan Perempuan bila Pilkada Tak Langsung

ILUSTRASI Keterwakilan Perempuan bila Pilkada Tak Langsung.-Arya-Harian Disway-
Masalahnya, apa yang menjadi perdebatan di sekitar pilkada langsung atau tidak langsung? Apakah implikasinya jika pilkada dipilih kembali oleh DPR terhadap keterwakilan perempuan di jabatan politik tersebut?
BACA JUGA:Pemimpin Perempuan di Indonesia: Tantangan dan Terobosan dalam Menghadapi Realitas yang Terbatas
BACA JUGA:Perempuan Cemburu, Eksekusi Mati
Akankah perempuan dipertimbangkan dan dipilih partai politik untuk menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah jika kontestasi di DPRD?
MENYOAL PILKADA
Perkiraan KPU untuk alokasi penyelenggaraan pilkada 2024, anggarannya mencapai Rp 37,52 triliun. Itu untuk penyelenggaraan pilkada di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.
Alokasi anggaran itulah yang menjadi perdebatan saat ini sehingga muncul ide penghapusan pilkada langsung dan digantikan dengan sistem pemilihan di DPRD. Gagasan tersebut memunculkan perdebatan di antara yang pro dan yang kontra pilkada langsung. Perdebatan di sekitar pilkada langsung dalam menyeleksi kepala daerah berkisar di dua argumentasi.
BACA JUGA:Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
BACA JUGA:Refleksi Hari Kartini: Perempuan dan Pemanfaatan Teknologi
Di kelompok yang lebih menyukai pilkada tidak langsung atau dalam istilah penulis sebagai sistem pengangkatan, pilkada sangat mahal dari segi biaya penyelenggaraan. Selain itu, model tersebut dianggap rawan korupsi dan pembelian suara (vote buying) karena biaya kampanye yang cukup mahal yang ditanggung peserta pemilu.
Sebab, kandidat mesti mencari pembiayaan dari kelompok-kelompok kepentingan tertentu yang berisiko pada meningkatnya korupsi. Bila dilihat dari efisiensi dan efektivitas, pilkada langsung di wilayah-wilayah kecil tidak efisien sehingga lebih pas untuk sistem pengangkatan.
Berbeda dengan pandangan yang bersikukuh terhadap pilkada langsung, mereka berargumentasi bahwa pemilihan langsung adalah salah satu pilar penting untuk demokrasi dan dapat memberikan legitimasi publik jauh lebih kuat. Model itu memberikan kekuasaan kepada warga negara untuk memilih pemimpinnya sehingga pemerintahan yang dihasilkan lebih akuntabel terhadap rakyatnya.
BACA JUGA:Menciptakan Ruang Aman Bagi Perempuan di Lingkungan Kampus
BACA JUGA:Pertamina Peduli Perempuan dan Anak Lewat Program TJSL dan Pemberdayaan UMKM
Argumentasi berikutnya, pilkada langsung akan membatasi terjadinya monopoli politik oleh elite politik, partai politik khususnya. Sebab, bagaimanapun, sistem pemilihan di DPRD bisa mengarah pada rasa suka dan tidak suka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: