Fenomena Tagar Kabur Aja Dulu dan Keseriusan Negara Mendorong Penyediaan Pekerjaan yang Layak (Decent Work)

Fenomena Tagar Kabur Aja Dulu dan Keseriusan Negara Mendorong Penyediaan Pekerjaan yang Layak (Decent Work)

ILUSTRASI Fenomena Tagar Kabur Aja Dulu dan Keseriusan Negara Mendorong Penyediaan Pekerjaan yang Layak (Decent Work).-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

FENOMENA #KaburAjaDulu yang marak di media sosial mencerminkan keresahan dan rasa frustrasi generasi muda Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan politik dalam negeri. Tagar itu menjadi wadah bagi mereka untuk mengekspresikan keinginan mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. 

Faktor-faktor seperti sulitnya mendapatkan pekerjaan, rendahnya upah, ketimpangan sosial, serta kualitas hidup yang menurun menjadi pendorong utama di balik tren tersebut. 

Selain itu, kebijakan pemerintah yang kontroversial dan praktik inefisiensi yang merajalela turut memperparah ketidakpuasan masyarakat. 

Di kolom media sosial, nitizen menuliskan rasa frustrasinya dari kondisi ekonomi yang tidak stabil, termasuk tingginya tingkat pengangguran dan upah kerja yang rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus melambung. 

BACA JUGA:Hashtag Kabur Aja Dulu, Fenomena Brain Drain?

BACA JUGA:Ramai Tagar #KaburAjaDulu, Ini 8 Rekomendasi Program di Beberapa Negara

Yang dikeluhkan generasi muda, meski telah berusaha keras, bersekolah tinggi, hasil yang didapat tidak sebanding dengan usaha yang telah dikeluarkan (Twitter drone emprit 01/09/2023–08/02/2025). 

Keluhan dan hashtag #KaburAjaDulu diperparah dengan paradoks munculnya kebijakan efisiensi anggaran dan gemuknya kabinet yang diperbandingkan dengan ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan produktivitas.

Tren #KaburAjaDulu itu, jika diabaikan, akan berpotensi memicu fenomena brain drain. Yakni, tenaga kerja terampil dan berpendidikan tinggi memilih bekerja dan menetap di luar negeri. Ada data dalam setahun lalu, seribu orang pindah kewarganegaraan ke Singapura. 

Tentu kita butuh mendalami faktor-faktor pendorong dan penariknya. Jika dibiarkan, itu dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan inovasi di Indonesia. 

Sebab, kebanyakan sumber daya manusia berkualitas yang pindah memiliki kompetensi STEM (science, technology, engineering, dan mathematics) yang merupakan aset penting bagi keunggulan pembangunan nasional di masa datang. 

Fenomema lain yang menyumbang adalah kondisi kelas menengah yang merupakan pilar penting dalam beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan penurunan. 

Kelompok itu merujuk pada kemampuan pengeluaran keluarga antara Rp 2–10 juta per bulan (BPS Maret 2023), yang jumlahnya pada tahun 2024 sebanyak 47.85 dari total penduduk Indonesia atau turun 17,13 persen jika dibandingkan dengan tahun 2019. 

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin menyebutkan, tanda-tanda penurunan kelas menengah di Indonesia sebenarnya sudah terjadi sejak lama. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: