Figur Rausyan Fikr di Tengah Kalabendu Indonesia

ILUSTRASI Figur Rausyan Fikr di Tengah Kalabendu Indonesia. HOS Cokroaminoto bisa jadi adalah rausyan fikr di Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
DALAM salah satu buku favorit saya, tulisan sosiolog Iran Ali Syariati yang diterjemahkan dengan judul Ideologi Kaum Intelektual, diperkenalkan istilah atau konsep yang disebut ”rausyan fikr”. Sebuah frasa dari bahasa Persia. Terjemahan Inggris-nya, an enlightened thinker. Seorang Intelektual yang tercerahkan.
Saya menyukai pemikiran Syariati lewat buku-bukunya. Terutama yang dibahas di bagian awal. Bahkan, saat itu saya berasumsi, gagasan Syariati itulah yang menjadi inspirasi bagai rakyat Iran, yang kemudian mendapatkan resultante-nya setelah rekaman pidato Khomeini dari Prancis menyebar di seantero Iran, dan kemudian boom…, revolusi!
Saya mencoba mengingat-ingat pemikiran Syariati dalam bukunya itu. Kira-kira begini pokok-pokok pikirannya.
BACA JUGA:Indonesia Gelap
BACA JUGA:Ratusan Triliun Sampah Makanan di Indonesia
Perubahan-perubahan dalam sejarah masyarakat manusia kerap kali dimulai dari beberapa faktor. Antara lain, terjadinya kebobrokan atau keterpurukan pada sendi-sendi kehidupan masyarakat manusia. Keadaan itu muncul sebagai akibat terjadinya berbagai kesenjangan dalam masyarakat.
Kesenjangan antara para elite dan rakyat jelata, kesenjangan kaum intelektual dan masyarakat awam, pertentangan kaum intelektual dengan para agamawan, dan pudarnya relevansi aneka pikiran akademik di menara gading dengan kenyataan di masyarakat. Juga, makin ditinggalkannya nilai-nilai luhur yang hidup dalam masyarakat.
Situasi itu memicu munculnya rausyan fikr. Ia adalah sosok yang mampu membaca keadaan tersebut, kemudian merumuskan apa yang seharusnya dilakukan untuk mengubah keadaan.
BACA JUGA:Indonesia Menggugat
BACA JUGA:Bobroknya Indonesia Versi Mahfud MD
Yang membedakan sosok itu dengan para intelektual pada umumnya adalah rausyan fikr menyertakan nilai kebenaran dalam perjuangannya. Namun, bukan itu saja, seorang intelektual punya kesadaran untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Kesadaran itu mendorongnya untuk mengetahui lebih dalam mengenai sifat karakter masyarakat, baik dari sisi sosiologi maupun budayanya, juga dari sisi sejarahnya.
Berangkat dari pemahaman atas semuanya, ia lalu merumuskan langkah-langkah perjuangan. Apakah dengan mengedukasi masyarakatnya, membangkitkan kesadaran atas nilai-nilai kebenaran, atau memberikan gambaran bagaimana seharusnya mereka mau bertranformasi menjadi masyarakat baru, bangkit dari keterpurukan. Dan, itu semua berangkat dari kesadaran masyarakat sendiri.
BACA JUGA:PKI, Indonesia, dan Cile
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: