Figur Rausyan Fikr di Tengah Kalabendu Indonesia

ILUSTRASI Figur Rausyan Fikr di Tengah Kalabendu Indonesia. HOS Cokroaminoto bisa jadi adalah rausyan fikr di Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Indonesia Darurat Judi Online
Dalam hal ini, Syariati, secara analogis, membagi masyarakat terdiri atas dua golongan, masyarakat Qabil dan Habil. Qabil adalah simbol kekuasaan yang menindas, pelaku kezaliman, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan-kerusakan.
Sebaliknya, Habil adalah simbol masyarakat lemah, rakyat jelata, yang kerap menjadi korban dari kesewenang-wenangan.
Pada kelompok kedua itulah sang intelektual berpihak. Kelompok kedua tersebut pulalah yang menjadi pengikut sekaligus pendukung dan pembela sang intelektual.
BACA JUGA:Indonesia Naik Kelas, Rakyat Makin Sejahtera?
BACA JUGA:Superhero Indonesia
Syariati menempatkan para nabi adalah ejawantah dari sosok intelektual tercerahkan di masa terdahulu. Para nabi mempunyai misi menyampaikan nilai kebenaran yang bersifat profetik dan membawa berita dari langit (Allah) untuk menjadi kesadaran baru kaumnya. Secara sunatullah, yang paling mudah menerima nilai-nilai itu adalah kaum lemah.
Di kemudian hari, setelah masa kenabian berlalu, sosok rausyan fikr hadir dalam wujud munculnya para ideolog yang ada dari masa ke masa.
Pandangan Syariati itu banyak dipengaruhi tradisi spiritual Syiah yang meyakini akan datangnya Imam Mahdi. Secara sosiologis, teori itu bisa dikontekstualisasikan dengan masyarakat Jawa yang mengenal konsep Satrio Piningit atau Ratu Adil yang akan menolong masyarakatnya.
Bahkan, dalam ajaran Islam Sunni, diyakini akan datang Imam Mahdi yang mengalahkan kekuatan angkara murka di akhir zaman.
KALABENDU
Dalam konteks ke-Indonesia-an, saya tak khawatir dianggap berlebihan atau terlalu memaksa jika mengaplikasikan teori Syariati pada sosok HOS Cokroaminoto.
Indonesia yang saat itu adalah Nusantara berada dalam situasi kalabendu. Masa kegelapan. Dalam situasi tidak menentu itu, bagaimanapun, Cokroaminoto adalah sosok fenomenal. Kesadaran intelektualnya di kemudian hari melahirkan generasi para pemikir bangsa yang hebat semacam Soekarno, Semaoen, Kartosuwiryo, dan Tan Malaka.
Selain Tan Malaka yang pertama memperkenalkan konsep negara republik, pada gilirannya Soekarno yang memproklamasikan kemerdekaan bangsa. Artinya, masyarakat maritim yang terpisah-pisah antarpulau, sejak saat itu, mulai bertransformasi menjadi kesatuan masyarakat baru, dengan identitas yang baru.
Setelah itu, sebagai entitas bangsa, Indonesia satu dua kali mengalami masa gelap, yaitu tahun 1965 dan masa reformasi 1998. Dua masa yang harus dilewati masyarakat Indonesia dengan suasana keprihatinan yang mendalam. Bahkan, dipenuhi luka sejarah, amarah, dan dendam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: