Pasca Ancaman Trump, Hamas Tegaskan Tetap Berkomitmen pada Kesepakatan Gencatan Senjata

Orang-orang berkumpul di dekat reruntuhan bangunan yang hancur untuk menghadiri acara buka puasa bersama di tengah gencatan senjata yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas meski terdapat ancaman dari AS.--Omar AL-QATTAA / AFP
"Kepada rakyat Gaza: Masa depan yang indah menanti kalian, tetapi tidak jika kalian menahan sandera. Jika kalian melakukannya, kalian Mati! Buat keputusan yang cerdas. Bebaskan sandeka sekarang, atau kalian akan menderita kemudian!" tulisnya di media sosial, dilansir dari AFP.
Di tengah reruntuhan tempat perlindungan darurat di Khan Yunis, Gaza selatan, seorang warga bernama Mohammed Salim menanggapi ancaman Trump dengan sinis. "Tempat ini sudah menjadi neraka," katanya.
"Kami telah hancur, rumah-rumah kami rata dengan tanah, putra-putra kami, ayah, dan orang tua kami telah tiada. Tidak ada lagi yang tersisa untuk diratapi," ucapnya, dikutip dari AFP.
Juru bicara Hamas, Hazem Qasim, menilai bahwa ancaman Trump hanya akan membuat Israel semakin menghindari implementasi gencatan senjata.
"Ancaman ini memperumit situasi terkait perjanjian gencatan senjata dan mendorong Israel untuk menghindari implementasinya," ujar Qasim, dilansir dari AFP.
Ia meminta Amerika Serikat menekan Israel agar memasuki fase kedua gencatan senjata, yang diharapkan dapat mengarah pada perdamaian yang lebih permanen.
BACA JUGA:Pidato Netanyahu di Kongres AS: Hamas Harus Kalah Dulu, Baru Perang Selesai!
Fase pertama gencatan senjata, yang dimediasi oleh AS, Qatar, dan Mesir, membawa ketenangan sementara dengan pertukaran sandera Israel dan tahanan Palestina, serta memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.
Namun, Israel menghentikan aliran bantuan pada Minggu lalu, dengan alasan ingin memperpanjang fase awal gencatan senjata hingga pertengahan April, dikutip dari AFP.
Pembicaraan Langsung AS-Hamas
BACA JUGA:Hamas Serahkan Empat Jenazah Warga Israel yang Disandera, Sebut Mereka Tewas Karena Bom AS
Media Axios pertama kali melaporkan bahwa utusan AS untuk urusan sandera, Adam Boehler, bertemu dengan Hamas di Qatar untuk membahas nasib sandera Amerika serta kemungkinan gencatan senjata jangka panjang.
Washington sebelumnya menolak kontak langsung dengan Hamas sejak kelompok tersebut ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS pada 1997.
Lima warga AS diyakini masih menjadi sandera, empat di antaranya telah dikonfirmasi tewas, sementara satu orang, Edan Alexander, diduga masih hidup.Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Trump telah bertemu dengan delapan sandera yang telah dibebaskan.(*)
*) Mahasiswa magang dari prodi Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: