Warga Gaza Respon Keputusan Israel Putus Listik: Sudah Gelap, Apalagi Yang Mau Diputus?

Warga Palestina berkumpul di sekitar api unggun untuk menghangatkan diri di Jabalia di Jalur Gaza utara pada 10 Maret 2025, selama bulan puasa Ramadan setelah pemutusan listrik oleh Israel.--Omar AL-QATTAA / AFP
Menurut data PBB, kondisi ini semakin meningkatkan risiko kesehatan bagi penduduk, terutama anak-anak dan lansia.
Seorang pejabat dari Perusahaan Listrik Gaza mengungkapkan kepada AFP bahwa sekitar 70 persen jaringan distribusi listrik di Gaza telah hancur akibat serangan Israel.
BACA JUGA:Pasca Ancaman Trump, Hamas Tegaskan Tetap Berkomitmen pada Kesepakatan Gencatan Senjata
Saat malam tiba, hampir seluruh wilayah Gaza gelap gulita. Hanya beberapa bangunan yang masih berdiri tampak memancarkan cahaya lemah dari lampu LED yang menggunakan baterai.
Akibat serangan dan pengepungan, hampir seluruh dari 2,4 juta penduduk Gaza kini mengungsi, sebagian besar tinggal di tenda-tenda pengungsian, tanpa akses listrik, air bersih, dan kebutuhan dasar lainnya.
Baha al-Helou, warga Gaza berusia 47 tahun, menggambarkan kehidupan saat ini seperti kembali ke 50 tahun lalu.
BACA JUGA:Israel Minta Gencatan Senjata Tahap Pertama Diperpanjang, Hamas Minta Tahap Kedua Segera Dijalankan
"Kami tidur tanpa listrik, mencuci pakaian dengan tangan, memasak dengan kayu, dan tidak ada gas untuk memasak. Sekarang hidup kami bergantung pada kayu, api, dan lilin," ujar al-Helou dikutip dari AFP.
Selama bertahun-tahun, generator berbahan bakar menjadi andalan warga Gaza untuk memperoleh listrik, baik di rumah sakit maupun apartemen. Namun, harga bahan bakar yang melonjak membuat generator tidak lagi terjangkau bagi sebagian besar warga.
Menurut laporan AFP, Hani Ajour, seorang tukang kayu, mengaku hanya bisa menggunakan generator umum di jalan untuk menyalakan mesin kerjanya beberapa menit sehari karena biaya yang tinggi.
BACA JUGA:Trauma Anak-anak Gaza, UNICEF Serukan Bantuan Kemanusiaan!
Sementara itu, panel surya yang menjadi alternatif lain harganya mencapai USD 2.000 per unit, jumlah yang sangat mahal untuk warga Gaza yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan.
Bagi warga yang tidak mampu membeli generator atau panel surya, sebagian terpaksa membayar ke pedagang kaki lima hanya untuk mengisi baterai ponsel, dengan tarif beberapa shekel Israel, setara beberapa ribu rupiah.
Seorang pria Palestina mencolokkan ponselnya ke pengisi daya di sebuah tenda, yang dilengkapi dengan generator untuk mengisi ulang daya ponsel dengan biaya tambahan, di Jabalia di Jalur Gaza utara pada 10 Maret 2025, setelah pemutusan listrik oleh Israel.--Omar AL-QATTAA / AFP
Keputusan Israel untuk memutus listrik ke Gaza juga berkaitan dengan tekanan politik terhadap Hamas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: