Revisi UU TNI Disahkan, DPR Sebut Celah untuk Dwifungsi ABRI Sudah Ditutup Rapat

Revisi UU TNI Disahkan, DPR Sebut Celah untuk Dwifungsi ABRI Sudah Ditutup Rapat

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak mengubah larangan prajurit TNI aktif terlibat kegiatan politik dan bisnis.-anisha aprilia-

HARIAN DISWAYDPR RI resmi mengesahkan perubahan atas Undang-Undang (UU) nomor 34 tahun 2025 tentang TNI dalam sidang paripurna di Gedung DPR Senayan, Jakarta Pusat hari ini, 20 Maret 2025. 

Pengesahan itu dilakuakn ditengah gelombang penolakan publik terhadap revisi UU yang dipandang sebagai salah satu bentuk kembalinya "dwifungsi ABRI" seperti pada masa Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto. 

Meski demikian, DPR tegas membantah bahwa revisi ini bisa membangkitkan kembali Dwifungsi ABRI. Bahkan, revisi ini menutup rapat celah bagi kembalinya praktik tersebut. 

BACA JUGA:Tok! DPR Sahkan Revisi UU nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI, Semua Fraksi di DPR Setuju

"DPR dan pemerintah juga sepakat mempertahankan Pasal 47 ayat 1 yang mewajibkan prajurit aktif TNI yang menduduki jabatan sipil untuk mengundurkan diri atau pensiun. Artinya, aturan ini tetap konsisten melarang dwifungsi TNI," kata Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 20 Maret 2025.  

Dia menegaskan bahwa revisi UU TNI mencerminkan komitmen kuat terhadap profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara yang tidak berpolitik dan tidak berbisnis. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perubahan pada Pasal 2 butir d yang menegaskan jati diri TNI sebagai tentara profesional. Selain itu, Pasal 39 tetap melarang prajurit aktif untuk berpolitik praktis, menjadi anggota partai politik, berbisnis, serta mengikuti pemilu.

Menurutnya, kekhawatiran publik mengenai ekspansi militer dalam jabatan sipil juga tidak beralasan. Justru, revisi UU TNI memperketat aturan dengan melakukan limitasi terhadap instansi yang dapat diisi prajurit aktif.

BACA JUGA:DPR Sebut Draf RUU TNI di Media Sosial Berbeda dengan yang Dibahas, Ini 3 Pasal yang Direvisi

"Penambahan lima institusi dalam Pasal 42 ayat 2 bukanlah bentuk ekspansi, melainkan pembatasan terhadap pos-pos yang dapat diisi prajurit aktif. Lima institusi tersebut, yakni pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung, memang memiliki keterkaitan dengan sektor pertahanan dan kemampuan teknis kemiliteran," jelasnya.

Dalam revisi UU TNI terbaru, prajurit aktif boleh menduduki jabatan setidaknya di 14 lembaga. Meliputi: 

  1. Kementerian atau lembaga dengan nomenklatur Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara (Bidpolkam)
  2. Kementerian Pertahanan Negara, termasuk Dewan Pertahanan Nasional
  3. Kementerian Sekretariat Negara yang menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden
  4. Badan Intelijen Negara
  5. Badan Siber dan Sandi Negara
  6. Lembaga Ketahanan Nasional
  7. Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (SAR)
  8. Badan Nasional Pengelola Perbatasan
  9. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
  10. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
  11. Badan Keamanan Laut
  12. Kejaksaan Republik Indonesia
  13. Mahkamah Agung
  14. Badan Narkotika Nasional

BACA JUGA:DPR RI Tegaskan Revisi UU TNI Hanya Berfokus pada Tiga Pasal, Apa Saja?

Lebih lanjut, Hasanuddin menegaskan bahwa setelah revisi UU TNI disahkan, prajurit aktif yang menduduki jabatan di lembaga negara di luar 14 instansi yang telah diatur—termasuk BUMN, Bulog, dan Kementerian Perhubungan—wajib mengundurkan diri atau pensiun jika ingin tetap menduduki jabatan sipil.

"Tidak ada penambahan jumlah kementerian atau lembaga yang dapat diisi prajurit aktif TNI. Tidak ada perubahan terhadap pasal-pasal yang melarang praktik dwifungsi TNI. Justru, revisi ini memberikan kepastian hukum yang lebih kuat untuk menjaga profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara," pungkasnya.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: