Ngemplang, lalu Bunuh

Ngemplang, lalu Bunuh

ILUSTRASI Ngemplang, lalu Bunuh.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Sopan Cegah Pembunuhan

BACA JUGA:Pembunuh Cenderung Bohong saat Diinterogasi

Dikutip dari The Guardian, 8 Desember 2017, berjudul The surprising factors driving murder rates: income inequality and respect, disebutkan, pembunuhan bukan dilatarbelakangi kemiskinan, melainkan kesenjangan. Baik kesenjangan sosial maupun finansial.

Di situ The Guardian mengutip pernyataan Prof Martin Daly, guru besar psikologi dan ilmu saraf di Universitas McMaster, Ontario, Kanada, yang juga penulis buku Killing the Competition: Economic Inequality and Homicide. Menyebutkan: Kesenjangan memicu tingkat pembunuhan ”lebih baik daripada variabel lainnya”. 

Di Amerika Serikat (AS), yang warga sipil dibolehkan memiliki senjata api, dijadikan salah satu acuan. Yakni, ketika tingkat kesenjangan finansial naik, jumlah kepemilikan senpi juga ikut naik. Dan, pastinya kepemilikan senpi membuat pembunuhan jadi lebih gampang dilakukan orang.

BACA JUGA:Bilang Jancuk, Dibunuh

BACA JUGA:Biadab, Siswi SMA di Jombang Diperkosa sebelum Dibunuh

The Guardian juga mengutip Richard Wilkinson, penulis buku The Spirit Level dan salah satu pendiri Equality Trust (lembaga amal berkantor di Inggris yang berjuang mengurangi kesenjangan sosial dan finansial). 

”Sekitar 60 makalah akademis menunjukkan bahwa hasil yang sangat umum dari ketimpangan yang lebih besar adalah lebih banyak kekerasan, biasanya diukur dengan tingkat pembunuhan.” 

Kesenjangan sosial dan finansial dalam masyarakat menimbulkan rasa tidak adil. Tentu, si miskin yang merasa bahwa kesenjangan adalah ketidakadilan. Akibatnya, si miskin berontak. Sambil menunggu pemicu. Dan, ketika ada pemicu kecil atau perkara sepele, sudah cukup untuk meledakkan pemberontakan itu. Terjadi pembunuhan.

Tingkat kesenjangan finansial diukur dengan koefisien gini atau rasio gini. Itu dikembangkan statistikus Italia, Corrado Gini, dan dipublikasikan pada 1912 dalam karyanya berjudul Variabilita e mutabilita.

Rasio gini untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan. Juga dijadikan standar di Indonesia.

Skala rasio gini 0 sampai 1. Dengan angka 0 sebagai tidak ada kesenjangan, dan 1 adalah tingkat kesenjangan tertinggi. Sebagai gambaran, negara dengan tingkat kesenjangan finansial terendah adalah Denmark: 0,25. Kesenjangan tertinggi Namibia, Afrika Selatan: 0,70.

Rasio gini Indonesia, berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, adalah 0,379. Belum sampai 4 yang jadi patokan global sebagai batas atas negara dengan tingkat kesenjangan menengah. Artinya, tingkat kesenjangan di Indonesia rendah, hampir menengah. Itu jika hitungan petugas BPS jujur. Nilai 0,7 ke atas adalah negara dengan tingkat kesenjangan tinggi. 

Selain kesenjangan, hilangnya rasa hormat (dari korban terhadap pembunuh) juga menjadi indikator signifikan dalam memicu pembunuhan. Sebab, semua manusia ingin dihormati manusia lain. Setidaknya tidak direndahkan atau dilecehkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: