Prabowo Adalah (Bukan) Kita

Prabowo Adalah (Bukan) Kita

ILUSTRASI Prabowo Adalah (Bukan) Kita.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Bulan Madu Prabowo

BACA JUGA:Prabowo Dituding Cawe-Cawe di Pilgub Jateng

Syahganda memuja-muji kebijakan ekonomi Prabowo (oleh Prof Daniel M. Rosyid –pendukung die hard Prabowo juga– disebut sebagai ”prabowonomics”). Prabowonomics, kalau ada, lebih tepat disebut giveaway economic, ’ekonomi bagi-bagi’. 

Bagi-bagi THR kepada driver ojol tanpa ada dasar hukumnya. Akhirnya mengecewakan karena hanya mendapat Rp 50 ribu per orang. Kenaikan upah buruh, pembebasan pajak, janji kenaikan gaji guru. Semuanya adalah pork barrel politics, ’politik gentong babi’.

Prabowonomics harus membuktikan bahwa Danantara bukan dana untuk anak, teman, dan tentara. Untuk puluhan ribu buruh yang kena PHK, harus ada solusinya. 

BACA JUGA:Demokrasi Santun ala Prabowo

BACA JUGA:Palang Pintu Prabowo

Investor asing yang lari juga bisa masuk kembali. Bagaimana Prabowo akan merespons tarif 32 persen yang dijatuhkan Amerika Serikat. 

Proyek makan bergizi gratis (MBG) salah strategi. Seharusnya ekonomi dibikin tumbuh dengan sehat, lapangan kerja meningkat, pengangguran turun, orang tua sejahtera, dan secara otomatis anak-anaknya bisa makan bergizi. 

Namun, itu butuh jangka waktu panjang dan kerja fundamental yang melelahkan. Dan, yang paling penting, tidak kelihatan efek elektoralnya. Beda dengan MBG yang langsung kelihatan efek elektoralnya. 

Syahganda memandang enteng UU TNI dan tidak melihatnya sebagai ancaman terhadap supremasi sipil. Syahganda menganggap wajar bahwa sebagai militer, Prabowo mengandalkan tentara sebagai tulang punggung kekuasaannya.

BACA JUGA:Wajah Jokowi di Kabinet Prabowo

 BACA JUGA:Prabowo dan Subiyanto

Syahganda yang pernah keluar masuk penjara Orde Baru mengalami gejala stockholm syndrome. Ia jatuh cinta kepada Orde Baru 2.0 versi Prabowo.

Prof John Keane dalam The New Despotism (2020) menggambarkan kepemimpinan ala Prabowo sebagai despotisme baru. Pemimpin despot melihat bahwa demokrasi liberal telah gagal memberikan kesejahteraan dan stabilitas, lalu berpaling pada despotisme versi baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: