5 Alasan Sepele Mengapa Masyarakat Tetap Membayar Tukang Parkir Liar

5 Alasan Sepele Mengapa Masyarakat Tetap Membayar Tukang Parkir Liar

Faktor mengapa para konsumen memilih untuk memberikan uang receh kepada tukang parkir liar. --iStockphoto

HARIAN DISWAY - Pernahkah Anda parkir di tepi jalan, lalu tiba-tiba muncul seseorang mengetuk kaca mobil atau motor meminta uang parkir? Meski tahu itu bukan petugas resmi, banyak orang memilih membayar ketimbang menolak.

Alasannya beragam: dari sekadar menghindari konflik hingga anggapan bahwa uangnya tak seberapa. Tapi, mengapa kita terus membayar tukang parkir liar, padahal sebenarnya tidak wajib? Mari kita bahas lebih dalam fenomena ini.

1. Daripada ribut, lebih baik bayar


Hanya karena menolak bayar parkir, seorang pria pengendara motor dipukuli juru parkir (jukir) liar di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.--Istimewa

Salah satu alasan utama orang membayar tukang parkir liar adalah keengganan untuk berkonflik. Beberapa orang memiliki kekawatiran apabila menolak, kendaraannya akan dirusak dengan berbagai cara entah dicoret, digores, atau bahkan dirusak.

Meski tidak semua tukang parkir liar seperti itu, ketakutan akan balas dendam sering kali membuat orang memilih jalan aman dengan merogoh kocek beberapa ribu rupiah. 

2. Lagi buru-buru, tak ada waktu untuk negosiasi

Ketika sedang terburu-buru, membayar Rp 2.000-Rp 5.000 lebih mudah daripada berdebat. Bagi sebagian orang, uang receh itu tak sebanding dengan waktu dan energi yang harus dikeluarkan untuk berargumen.

Apalagi jika lokasi parkir memang sulit dan tidak ada petugas resmi, membayar dianggap sebagai biaya kemudahan. Kebanyakan orang memilih merelakan uang receh, daripada adu mulut dengan tukang parkir.

Meski uang yang dikeluarkan receh sekadar 2 ribu hingga lima ribu rupiah, uang tersebut nantinya akan menjadi nominal besar dikantong para parkir liar ini. Nominal ini mungkin saja lebih banyak dari pada gaji Anda perbulan.

3. "Kasihan, mereka lagi cari nafkah"

Sifat orang Indonesia yang mengasihani dan dermawan juga menjadi salah satu faktor mengapa parkir liar berkembang dengan baik. Sebagian orang membayar karena merasa kasihan.

Tukang parkir liar sering dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang berusaha mencari penghasilan dengan cara apa pun. Meski tidak legal, ada anggapan bahwa memberi mereka uang adalah bentuk bantuan kecil.
Tukang parkir liar sering dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang berusaha mencari penghasilan dengan cara apa pun. Meski tidak legal, ada anggapan bahwa memberi mereka uang adalah bentuk bantuan kecil. --iStockphoto

Namun, di sisi lain, praktik ini justru memperpanjang budaya pemalasan dan pemerasan terselubung.

4. Ketidakjelasan regulasi dan penegakan hukum

Di banyak tempat, terutama di pinggir jalan atau area komersial, keberadaan tukang parkir liar seolah dibiarkan. Tidak ada tindakan tegas dari aparat, sehingga masyarakat merasa tidak ada dukungan hukum jika menolak membayar.

Ketidakpastian ini membuat orang memilih mengikuti "aturan tak tertulis" yang sudah berlaku bertahun-tahun. Bahkan seperti yang Anda ketahui di toko populer seperti Indomaret dan Alfamart sudah menerapkan bebas parkir.

Bahkan telah dilindungi oleh Pasal 1 angka 64 UU No. 28 Tahun 2009. Namun, ketegasan dalam memberikan sanksi yang menjadi salah satu penghambat penumpasan tukang parkir liar di Indonesia.

5. Sudah terbiasa, dianggap normal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: