Sensitivitas Gender dalam Program Dukungan Psikososial terhadap Korban Bencana

Sensitivitas Gender dalam Program Dukungan Psikososial terhadap Korban Bencana

ILUSTRASI Sensitivitas Gender dalam Program Dukungan Psikososial terhadap Korban Bencana.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BULAN APRIL mengingatkan kita pada dua isu. Tanggal 21 April bangsa Indonesia memperingati kisah perjuangan Kartini dalam isu kesetaraan perempuan dan tanggal 26 April ditetapkan sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana di Indonesia. Maka, bulan ini menjadi momentum yang baik untuk mengingatkan kita mengenai kondisi perempuan dalam situasi bencana. 

Pentingnya perspektif gender itu telah dituangkan dalam Peraturan Kepala (Perka) BNPB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan gender dalam Penanggulangan Bencana, pada setiap tahapan bencana yang meliputi tahap prabencana, darurat bencana, dan pascabencana perlu adanya pengintegrasian isu-isu gender, termasuk menghapus diskriminasi gender, serta pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender.   

Menurut catatan, sebanyak 60–70 persen korban bencana di Indonesia adalah perempuan dan anak-anak. Pada bencana terbesar yang pernah terjadi di Indonesia, tsunami Aceh 2004, tercatat 55–70 persen korban meninggal adalah perempuan. 

BACA JUGA:Hukum Waris Adat dalam Perspektif Keadilan Gender

BACA JUGA:Genderang Make America Wealthy Again Trump dan Paradoks Kapitalisme

Selain sebagai korban fisik dan jiwa, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengingatkan, perempuan dalam situasi bencana menghadapi risiko psikososial seperti kekerasan berbasis gender, keterbatasan akses terhadap fasilitas dasar, dan kurangnya privasi di tempat pengungsian. 

Sebaliknya, perempuan juga diyakini memiliki ketangguhan dan berkontribusi signifikan dalam mitigasi dan penanggulangan bencana. Termasuk dalam hal ini dalam program pemberian dukungan psikososial yang sensitif terhadap perempuan.

Dukungan psikososial (DP) dalam situasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengatasi atau mengurangi dampak psikososial dan kesehatan mental yang bersifat negatif akibat terjadinya bencana. 

BACA JUGA:Keberpihakan kepada Ibu, Menuju Kesetaraan Gender

BACA JUGA:Tayangan Media dan Stereotip Gender

Tujuan DP adalah membantu individu, keluarga, dan komunitas untuk membangun kembali kapasitas mereka, mengembalikan kembali ikatan sosial dan infrastruktur yang rusak setelah bencana. 

DP membantu mengurangi tingkat stres para penyintas dan mencegah dampak psikologis dan sosial bencana yang negatif yang dapat merugikan para penyintas (IFRC, 2009; Unicef, 2019).

Ada tiga tingkat dukungan dan masing-masing diberikan pihak yang berbeda. 

BACA JUGA:Aroma Kesetaraan Gender Tiga Srikandi di Pilgub Jatim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: