Jahe Merah untuk Gusi Anak: Orasi Ilmiah Prof Pratiwi yang Mengguncang Dunia Kedokteran Gigi

Ternyata jahe merah bisa digunakan sebagai anti inflamasi serta anti bakteri. --greenisher
SURABAYA, HARIAN DISWAY – Siapa sangka, si kecil pedas dari dapur ternyata menyimpan rahasia besar untuk kesehatan gigi anak-anak. Jahe merah—selama ini lebih dikenal sebagai bahan wedang penghangat badan—mungkin bisa menjadi masa depan baru dalam dunia kedokteran gigi anak.
Setidaknya, itu yang disampaikan oleh Prof. Prawati Nuraini dalam orasi ilmiahnya yang bertajuk Herbal Dalam Kedokteran Gigi Anak: Solusi Aman dan Efektif Untuk Generasi Masa Depan.
Dalam konfrensi press Selasa 22 April 2025 itu, guru besar dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga ini membeberkan hasil risetnya sejak tahun 2016 yang memusatkan perhatian pada satu tanaman sederhana: jahe merah.
“Saya dan tim melakukan percobaan pada tikus yang mengalami luka di bagian gusi. Ketika diberikan gel dari jahe merah, hasilnya sangat bagus,” ujar Prof Pratiwi. Ia bercerita bahwa proses penyembuhan luka pada gusi tikus ternyata tak kalah efektif dibandingkan dengan penggunaan obat kimia yang lazim dipakai dalam dunia medis.
BACA JUGA:Orasi Ilmiah Guru Besar Unair Prof Lilis: Semua Bisa Terpapar Mikroplastik
BACA JUGA:Inilah Tiga Calon Rektor Unair 2025–2030
Prof Pratiwi Nuraini (tengah) menjelaskan bagaimana manfaat jahge merah untuk kesehatan gigi anak. -Ananda Tiyas Safina-HARIAN DISWAY
Penelitiannya tidak berhenti di situ. Ia juga melakukan pengujian berbasis teknologi simulasi komputer. Lewat pemodelan tersebut, terlihat bahwa senyawa dalam jahe merah bekerja aktif sebagai antibakteri. Artinya, jahe merah bukan hanya mempercepat penyembuhan luka, tapi juga bisa mencegah infeksi lebih lanjut.
“Dari data itu terlihat jelas, jahe merah punya potensi sebagai anti-inflamasi dan anti-bakteri yang cukup kuat,” lanjutnya.
Penemuan ini, tentu saja, bukan tanpa tantangan. Di satu sisi, dunia kedokteran sudah bertahun-tahun mengandalkan senyawa flouride dalam produk pasta gigi anak. Tapi, di sisi lain, Prof Pratiwi mengingatkan bahwa flouride tidak sepenuhnya aman. Terutama jika dikonsumsi secara tidak sengaja oleh anak-anak.
“Kalau anak-anak sering menelan pasta gigi yang mengandung flouride, gusinya bisa bengkak. Bahkan bisa menyebabkan karies gigi,” tegasnya.
BACA JUGA:Spaghetti Bolognese, Cita Rasa Kreasi Mahasiswa Manajemen Perhotelan Unair
BACA JUGA:Kisah Nathan dan Tristan, Saudara Kembar Lolos SNBP Unair 2025
Maka muncul gagasan menarik dari riset tersebut: bagaimana kalau kandungan flouride dalam pasta gigi anak digantikan dengan ekstrak jahe merah? Pertanyaannya belum dijawab sepenuhnya.
Namun, Prof Pratiwi dan timnya sedang menuju ke sana. Saat ini, penelitian masih berada pada tahap lanjutan untuk memastikan efektivitas dan keamanan penggunaannya pada manusia, terutama anak-anak.
Meski belum menghasilkan produk jadi, hasil penelitian selama hampir sembilan tahun itu mulai membuka kemungkinan baru. Apalagi, jahe merah termasuk tanaman herbal yang sudah lama digunakan dalam pengobatan tradisional, namun jarang disentuh oleh dunia kedokteran modern untuk aplikasi topikal gigi anak-anak.
“Kami ingin menawarkan solusi yang tidak hanya efektif, tapi juga aman dan ramah untuk anak-anak,” ujar dia.
BACA JUGA:SNBP Unair 2025: Hanya 8,37% yang Lolos, Perempuan Mendominasi! Ini 10 Prodi Terfavorit
BACA JUGA:Tiga Kandidat Berebut Kursi Rektor Unair, Adu Gagasan demi Masa Depan Kampus
Dengan pendekatan lintas disiplin—dari laboratorium biomedik hingga simulasi komputer—Prof Pratiwi berharap bisa menemukan formula gel atau pasta gigi herbal dari jahe merah. Ia menyebut bahwa tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti kita akan menemukan pasta gigi anak dengan kandungan jahe merah.
Dan itu bukan sekadar perubahan rasa. Tapi revolusi dalam pendekatan perawatan gigi anak-anak. Di mana produk-produk kesehatan tidak lagi harus bergantung pada bahan kimia semata, tapi juga bisa berasal dari kearifan lokal yang selama ini terpinggirkan.
Apalagi, di tengah meningkatnya kekhawatiran orang tua akan efek jangka panjang dari zat-zat kimia dalam produk anak, temuan ini bisa menjadi angin segar. Tentu, jalannya masih panjang. Harus ada uji klinis, sertifikasi, hingga produksi massal. Tetapi setidaknya penelitian Prof Pratiwi akan membuka jalan baru.
Jahe merah yang dulunya hanya jadi pelengkap dapur, kini bisa jadi bahan utama dalam menjaga senyum anak-anak Indonesia. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: