Orasi Ilmiah Guru Besar Unair Prof Lilis: Semua Bisa Terpapar Mikroplastik

Paparan mikroplastik sudah ada dimana-mana. --istockphoto
SURABAYA, HARIAN DISWAY – Tak terlihat. Tak berbau. Tapi bisa menyerang tubuh, bahkan pikiran manusia. Itulah mikroplastik. Ancaman kecil yang tak lagi sepele. Dan sayangnya, ia ada di mana-mana. Ancaman itu pula yang disuarakan oleh Prof Lilis Sulistyorini, Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) yang akan dikukuhkan Kamis, 24 April 2025.
Dalam orasi ilmiahnya bertajuk Pengendalian Pencemaran Mikroplastik: Melindungi Lingkungan dan Kesehatan Manusia, ia tak hanya mengupas bahaya mikroplastik dari sisi kesehatan fisik. Tapi juga menyoroti sisi lain yang jarang dibicarakan: mental manusia.
“Paparan mikroplastik itu bukan cuma soal tubuh kita rusak, tapi juga soal bagaimana kita bisa merasa cemas tanpa sebab yang jelas.” kata Prof Lilis.
BACA JUGA:Inilah Tiga Calon Rektor Unair 2025–2030
BACA JUGA:6 Guru Besar Baru UNAIR Segera Dikukuhkan
Prof Lilis Sulistyorini menjelaskan bahwa paparan mikroplastik sudah dimana-mana. -Ananda Tiyas Safina-HARIAN DISWAY
Penelitiannya menunjukkan, semakin tinggi paparan mikroplastik, semakin rentan seseorang mengalami gangguan kecemasan hingga stres. Bukan hanya karena zat berbahaya masuk ke dalam tubuh, tetapi juga karena pengaruhnya yang kompleks terhadap sistem saraf dan hormonal.
Yang membuatnya semakin meresahkan: mikroplastik bisa masuk lewat jalur yang tak terduga. Melalui makanan, minuman, udara yang kita hirup, bahkan sentuhan kulit.
“Bayangkan saja, air sumur di sebuah desa yang terlihat jernih, ternyata sudah terpapar mikroplastik,” ujarnya. Desa yang dimaksud berada di Jawa Timur.
Di sana, tumpukan sampah plastik selama bertahun-tahun perlahan menghasilkan residu mikroplastik yang merembes ke dalam tanah, menyusup lewat aliran air, dan sampai ke keran rumah warga.
BACA JUGA:Spaghetti Bolognese, Cita Rasa Kreasi Mahasiswa Manajemen Perhotelan Unair
BACA JUGA:Kisah Nathan dan Tristan, Saudara Kembar Lolos SNBP Unair 2025
Itu hanya satu dari sekian banyak contoh bagaimana mikroplastik menyelinap ke kehidupan manusia. Penelitiannya di wilayah pesisir seperti Muncar, Banyuwangi juga membuktikan hal serupa. Sekitar 90 persen sampel makanan laut di sana mengandung mikroplastik dalam kadar tinggi.
“Laut kita bukan lagi sumber makanan bersih, tapi juga tempat pembuangan sampah plastik,” ucapnya dengan nada prihatin.
Namun ada kabar baik. Dalam penelitian lanjutan, Prof Lilis menemukan bahwa cara memasak bisa memengaruhi kadar mikroplastik dalam makanan laut.
Metode menggoreng, meski sering dicap tidak sehat karena minyaknya, ternyata jauh lebih efektif mengurangi kadar mikroplastik ketimbang merebus.
“Kalau tidak ingin digoreng, bisa juga dikukus. Tapi jangan direbus,” sarannya.
Rebusan justru membuat partikel mikroplastik lepas dan menyebar lebih luas dalam makanan. Karena air—yang kita anggap netral dan aman—ternyata juga bisa membawa partikel plastik dalam jumlah yang mengejutkan.
Itulah kenapa pengelolaan makanan laut, khususnya yang akan dikonsumsi sehari-hari, perlu diperhatikan. Bukan hanya soal rasa atau kandungan gizinya, tapi juga jejak mikroplastik yang mungkin terbawa di dalamnya.
Lebih dari sekadar temuan ilmiah, orasi Prof Lilis menjadi pengingat bahwa bahaya mikroplastik bukan mitos. Ia nyata, dan sudah mengintai tanpa kita sadari.
BACA JUGA:SNBP Unair 2025: Hanya 8,37% yang Lolos, Perempuan Mendominasi! Ini 10 Prodi Terfavorit
BACA JUGA:Tiga Kandidat Berebut Kursi Rektor Unair, Adu Gagasan demi Masa Depan Kampus
Dari plastik sekali pakai, botol minuman kemasan, hingga produk perawatan tubuh yang mengandung microbeads—semuanya berkontribusi dalam menyumbang partikel kecil yang tak bisa diurai tubuh.
“Mikroplastik tidak mengenal batas kelas sosial, usia, atau tempat tinggal. Semua bisa kena,” tegasnya.
Masalah ini tidak bisa diserahkan pada pemerintah atau peneliti saja. Butuh kesadaran kolektif, dari rumah tangga hingga perusahaan. Dari kebijakan pengelolaan sampah, edukasi konsumen, hingga industri makanan dan minuman yang harus mulai bertanggung jawab terhadap produk mereka.
Satu langkah kecil bisa dimulai dari diri sendiri: kurangi penggunaan plastik sekali pakai, perhatikan cara memasak makanan laut, dan mulai lebih kritis terhadap apa yang kita konsumsi.
Karena pada akhirnya, bukan hanya lingkungan yang kita jaga. Tapi juga tubuh dan pikiran kita sendiri. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: