Paus Fransiskus: Kesederhanaan Sampai Akhir Hayat

MENCIUM KAKI, sebuah tradisi yang dilakukan Paus Fransiskus setiap perayaan Kamis Putih. Pada 24 Maret 2016, ia membasuh dan mencium kaki para pengungsi di tempat penampungan Castelnuovo Porto.-AGENCE FRANCE-PRESSE-
Ketika dunia mengucapkan selamat jalan kepada Paus Fransiskus yang wafat pada usia 88 tahun, yang tersisa bukan hanya kesedihan. Di situ ada jejak kehidupan yang luar biasa. Sebuah warisan tentang kesederhanaan, keberanian moral, dan kasih tanpa syarat.
LAHIR sebagai Jorge Mario Bergoglio di distrik kelas menengah Flores, Buenos Aires, ia dibesarkan dalam keluarga imigran Italia yang sederhana. ’’Ia lahir sebagai orang Argentina, tapi dibesarkan dengan pasta," tulis biografer Paul Vallely.
Di usia remaja, Jorge sudah terbiasa bekerja sambil belajar. Ia bahkan sempat menjadi penjaga klub malam. Hingga akhirnya, Jorge menemukan panggilannya sebagai imam pada usia 17 tahun.
Sejak langkah pertamanya sebagai Paus pada Maret 2013, Paus Fransiskus menorehkan sejarah. Ia adalah paus pertama dari benua Amerika, dari belahan bumi selatan, dan yang pertama memakai nama Fransiskus. Namanya Terinspirasi dari Santo Fransiskus dari Assisi, orang suci yang mencintai kaum papa.
BACA JUGA:Mengenal Gereja Santa Maria Maggiore, Tempat Peristirahatan Terakhir Paus Fransiskus
Hanya tiga hari setelah terpilih sebagai Paus ke-266, ia berkata, "Betapa saya ingin Gereja yang miskin untuk orang miskin."
Paus Fransiskus bukan hanya berkata. Ia benar-benar menjalani hidup dalam kesederhanaan yang nyata.
Paus Fransiskus menolak tinggal di Istana Kepausan. Yang dipilihnya adalah rumah tamu Casa Santa Marta sebagai tempat tinggalnya. Paus juga mengenakan jubah putih polos tanpa hiasan.
Paus Fransiscus kerap ’’melanggar protokol’’. Ia menelepon sendiri para janda, korban kekerasan seksual, atau narapidana. Dalam segala tindakannya, ia hadir sebagai gembala. Bukan raja.
Dalam pelayanan pastoralnya, Fransiskus tidak pernah menjauhi mereka yang terpinggirkan. Ia mencuci dan mencium kaki para narapidana saat Paskah, menerima keluarga pengungsi Suriah untuk tinggal di Roma, dan menentang keras ketidakpedulian global terhadap imigran.
SAMBUTAN HANGAT pengungsi yang dikunjungi Paus Fransiskus di tempat penampungan Castelnuovo Porto di dekat Roma, 24 Maret 2016.-AGENCE FRANCE-PRESSE-
Saat mengunjungi Lampedusa, pulau Italia tempat banyak pengungsi mendarat, ia mengecam dunia yang tidak peduli.
Tak hanya soal kemanusiaan, Paus juga tampil sebagai suara moral global dalam isu iklim. Ia mengeluarkan ensiklik Laudato Si yang menjadi rujukan penting dalam perjanjian iklim Paris 2015. Di dalamnya surat ajaran kepausan itu, ia menegaskan bahwa krisis iklim adalah akibat langsung dari tindakan manusia. ’’Sebagian kerusakan mungkin sudah tidak bisa diperbaiki," katanya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: