Paus Fransiskus: Kesederhanaan Sampai Akhir Hayat

Paus Fransiskus: Kesederhanaan Sampai Akhir Hayat

MENCIUM KAKI, sebuah tradisi yang dilakukan Paus Fransiskus setiap perayaan Kamis Putih. Pada 24 Maret 2016, ia membasuh dan mencium kaki para pengungsi di tempat penampungan Castelnuovo Porto.-AGENCE FRANCE-PRESSE-

Namun, sebagai pemimpin yang membawa angin segar dalam Gereja Katolik, ia tidak lepas dari kontroversi. 

Salah satunya adalah pernyataannya terhadap kaum gay. ’’Siapakah saya sehingga harus menghakimi?’’ Pernyataan itu menimbulkan harapan baru bagi banyak kalangan sekaligus kritik dari kaum konservatif.

BACA JUGA:Masa Persemayaman Berakhir, Vatikan Segel Peti Paus Fransiskus Jelang Pemakaman

BACA JUGA:Paus Fransiskus: Perjuangan Sembuhkan Luka Lama Gereja

Paus Fransiskus membuka pintu pada pembaptisan transgender dan pemberkatan pasangan sesama jenis. Namun, ia tetap teguh pada penolakan terhadap pernikahan sejenis dan aborsi. Paus Fransiskus berjalan di garis tipis antara belas kasih dan doktrin. Kerap disalahpahami dari dua arah.

Di tengah badai skandal kekerasan seksual oleh imam, ia mengambil langkah penting dengan bertemu langsung para korban dan membuka arsip Vatikan. Namun, kelompok penyintas menilai bahwa tindakan konkret datang terlalu lambat, dan terlalu hati-hati.

Kesehatannya memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Paus menjalani operasi usus besar, hernia, bronkitis, hingga akhirnya harus menggunakan kursi roda.

Meski begitu, Paus tetap menolak wacana pengunduran diri. Menurut dia, mengundurkan diri tidak seharusnya menjadi cara lazim mengakhiri tampuk kepemimpinan. Kecuali ada kasus yang benar-benar berat.

Dalam wasiatnya, yang dipublikasikan Senin, 21 April 2025, Paus Fransiskus meminta dikuburkan secara sederhana di Basilika Santa Maria Maggiore. Tanpa hiasan. Nisannya hanya bertulisan satu kata: Franciscus.


PAUS FRANSISKUS mencium kaki Presiden Sudan Selatan Salva Kiir Mayardit disaksikan pemimpin oposisi Riek Machar (kanan), 11 April 2019. Paus berterima kasih atas perjanjian damai yang memutus rantai kekerasan di negara itu.-AGENCE FRANCE-PRESSE-

Warisannya tetap hidup. Bahkan di gang sempit Villa 31, kawasan kumuh Buenos Aires. Di sana, Pastor Ignacio Bagattini masih merayakan misa di pusat komunitas tunawisma dengan altar sederhana dari meja plastik. Umatnya adalah para pecandu yang tengah berjuang, tunawisma yang kelaparan, dan orang-orang yang merasa dipinggirkan. "Kami tahu kasih yang selalu dimiliki Paus Fransiskus untuk kami," ucap Bagattini.

Sementara para peziarah mengantre panjang di Basilika Santo Petrus untuk memberikan penghormatan terakhir, di tempat-tempat seperti Villa 21-24, mural-mural tentang Paus Fransiskus terus menghidupkan semangatnya. "Paus akan terus mengguncang dari atas sana," kata Bagattini sambil mengenakan stola, selendang imamat,  bertuliskan "Gereja miskin untuk orang miskin."

Di akhir hayatnya, Paus Fransiskus menuliskan dalam wasiatnya bahwa ia mempersembahkan penderitaan fisiknya demi perdamaian dunia dan persaudaraan antarbangsa. Dengan segala kelembutan dan keteguhannya, ia membuktikan bahwa kekuatan sejati bisa hadir dalam kesederhanaan.

Dan mungkin, di dunia yang sering lupa mendengar suara dari orang-orang yang terpinggirkan, kesederhanaannya akan terus bersuara. Dari bumi hingga ke surga. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: