Lukisan Tangan, Suara yang Tak Diucapkan dari SLB Dharma Wanita
Seorang guru dengan telaten mengajari anak berkebutuhan khusus melukis di atas kain. -Ananda Tiyas Safina-HARIAN DISWAY
"Masih banyak ABK yang tidak mendapat perhatian yang layak. Lewat kegiatan ini kami ingin mengajak masyarakat lebih sadar," tegas Lia.
BACA JUGA: BPJS Kesehatan Sosialisasikan JKN kepada Disabilitas di Pasuruan
BACA JUGA: Mensos Rencanakan 42 Ribu Warga Disabilitas Terima Makan Bergizi Gratis 2025
Ini bukan kali pertama komunitas Character turun tangan. "Ini kali kedua kami lakukan. Sebelumnya kami menyelenggarakannya di SLB Kebraon," jelasnya.
Kebetulan pula kegiatan ini bertepatan dengan perayaan Hari Pendidikan Nasional. Semangat inklusi dan pendidikan untuk semua menjadi nilai yang sangat ditekankan.
Kepala Sekolah SLB-AC Dharma Wanita, Purwanto, menyambut kegiatan ini dengan tangan terbuka. "Bagi kami, kegiatan ini bukan hanya sarana bermain. Tapi juga kesempatan untuk melihat bagaimana anak-anak mengekspresikan dan mengatur emosinya," ujarnya.
Ia menilai bahwa kegiatan semacam ini sangat membantu guru dalam memahami perkembangan regulasi emosi siswa. Sekolah tersebut memang memiliki spesialisasi pada dua kebutuhan khusus: Tuna Grahita dan Tuna Netra.
Dari 56 siswa yang mengikuti kegiatan, mayoritas merupakan anak-anak down syndrome dan tuna netra. Oleh karenanya, label sekolah ini adalah AC—yang mengacu pada klasifikasi anak berkebutuhan khusus yang mereka layani.
"Melihat anak-anak bisa tertawa, mengekspresikan diri, dan berinteraksi aktif itu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kami," tutur Purwanto yang akrab disapa Pak Pur. Ia berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti sampai di sini.
BACA JUGA: Representasi dan Sosok Inspiratif bagi Kaum Disabilitas
Bahkan ia mendorong agar bisa rutin dilaksanakan. Menurutnya, lewat aktivitas seni seperti melukis dengan telapak tangan, guru-guru dapat menangkap hal-hal yang tidak muncul dalam kelas biasa.
"Lewat seni, anak-anak menunjukkan sisi lain dari diri mereka. Emosi, rasa percaya diri, bahkan relasi sosial bisa terlihat dengan lebih jujur," tambahnya. Di akhir kegiatan, kain putih yang semula kosong itu kini telah berubah.
Menjadi bentangan penuh warna. Penuh tangan. Penuh cerita. Seperti sebuah deklarasi diam: bahwa mereka ada, dan mereka juga bisa bersuara. Dan mungkin, dari sehelai kain itu, kita yang melihat pun bisa belajar.
BACA JUGA: Swiss-Belinn Tunjungan Surabaya Ubah Hotel Jadi Galeri Seni, Hadirkan Pameran Lukisan Setahun Penuh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: