Bonus Demografi, Gen Z, dan Tantangan SDM

ILUSTRASI bonus demografi, genZ, dan tantangan SDM.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Korea Selatan berubah dari negara berkembang menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia dalam waktu relatif cepat, terutama di sektor industri teknologi dan otomotif yang sejajar dengan kelompok negara G-7.
Dalam konteks itu, dibutuhkan strategi pengembangan SDM yang memungkinkan generasi digital memiliki bekal yang cukup sehingga tidak menambah antrean panjang daftar pengangguran.
Adapun bekal yang diperlukan meliputi skill berdimensi kontemporer, skill entrepreneur, daya inovasi, nalar kritis, nalar etis, kreativitas, spiritualitas, dan karakter bangsa.
Terdapat sejumlah strategi dan kebijakan yang bisa menjadi pertimbangan bahkan dieksekusi pemerintahan.
Pertama, tersedianya layanan kesehatan mental yang mudah diakses gen Z/milenial serta terselenggaranya pendidikan ketahanan mental berbasis agama, moral/etika, dan karakter bangsa sejak di bangku sekolah hingga perguruan tinggi.
Kedua, meningkatkan indeks kemudahan berusaha (ease of doing business). Di era tsunami tarif yang dipicu perang dagang Tiongkok-Amerika Serikat, pemerintah harus menjamin kemudahan berbisnis bagi investor yang hendak menanam modalnya.
Yakni, prosedur pengurusan izin usaha, penggunaan lahan, pengurusan legalitas, fasilitas kredit, akses listrik, perpajakan, prosedur ekspor-impor, perlindungan hukum, dan lainnya.
Ketiga, meningkatkan populasi warga kelas menengah baru melalui program penguatan usaha ultramikro dan usaha mikro dan kecil (UMK). Target program itu ialah adanya kenaikan skala usaha dari usaha mikro dan UMK ke skala usaha menengah.
Keempat, program pelatihan dan pendidikan prakerja.
Aspek penting lainnya yang tidak diabaikan adalah dana perlindungan sosial dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi dan skill tenaga kerja, bukan dibagikan berupa bantuan langsung tunai kepada warga prakerja.
Terakhir, terciptanya kehidupan demokrasi yang sehat dan aspirasi politik yang bebas dari tekanan sehingga di masa depan tidak ada lagi pemimpin nasional yang lahir dari pemilu/pilpres yang culas, curang, dan kolutif. (*)
*) Sukarijanto adalah pemerhati kebijakan publik dan peneliti di Institute of Global Research for Economics, Entrepreneurship & Leadership dan kandidat doktor di School of Leadership, Fakultas Pascasarjana, Universitas Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: