Program Barak Militer ala Kang Dedi Mulyadi (KDM)

ILUSTRASI Program Barak Militer ala Kang Dedi Mulyadi (KDM).-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Dedi Mulyadi Jadi Saksi Sidang PK Saka Tatal
Bahkan, di media sosial, banyak komentar seperti ”anak zaman sekarang memang butuh dilatih seperti tentara, biar tahu arti kedisiplinan” atau ”kalau sekolah dan rumah gagal, mungkin barak militer solusinya”.
Namun, tidak semua pihak menyambutnya dengan tangan terbuka. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui komisionernya, Susi Dwi Handayani, menyampaikan kekhawatiran serius atas rencana itu.
Dalam pernyataan resminya, Susi menyatakan bahwa walau niatnya baik, pendekatan militeristis terhadap anak-anak bisa berisiko tinggi, apalagi jika tidak dibarengi dengan pendekatan psikologis yang tepat.
”Kita tidak bisa memperlakukan anak seperti prajurit dewasa. Ada tahapan perkembangan emosi dan mental yang harus diperhatikan. Jika dilakukan secara kaku atau keras, bisa menimbulkan trauma jangka panjang,” ujar Susi dalam wawancara dengan salah satu media nasional.
Ia menambahkan bahwa pendidikan karakter seharusnya dilakukan di lingkungan yang mendukung rasa aman, bukan yang membuat anak merasa takut atau tertekan.
Meski demikian, program Kang Dedi justru menarik perhatian publik bukan hanya karena idenya yang kontroversial, melainkan juga karena fenomena menarik yang terjadi di masyarakat.
Dalam beberapa unggahan video viral, terlihat anak-anak kecil, bahkan yang berusia 4 tahun, menjadi patuh dan disiplin hanya ketika disebut nama ”Kang Dedi”.
Salah satu video yang diunggah asisten Nagita Slavina memperlihatkan anak paling bungsu dari artis ternama itu langsung berhenti bermain HP dan mau makan setelah mendengar nama Kang Dedi.
Fenomena serupa terjadi pada beberapa anak artis lainnya. Misalnya, Gempita anak Gading Marten dan Rafathar anak Raffi Ahmad. Keduanya disebut lebih mudah diarahkan ketika orang tua mereka menyinggung sosok Kang Dedi sebagai ”pembawa disiplin”.
Hal itu menunjukkan bahwa nama Kang Dedi telah membentuk citra sosial yang kuat di benak masyarakat, terutama anak-anak, sebagai simbol kedisiplinan dan ketegasan. Itu adalah sesuatu yang menarik secara psikologis.
Dalam teori pendidikan anak, dikenal konsep ”figur otoritas simbolis”. Yakni, sosok yang, walau tidak hadir secara fisik, bisa memberikan pengaruh terhadap perilaku anak karena ketokohan atau citra yang terbentuk.
Dengan viralnya nama Kang Dedi sebagai ”tokoh disiplin”, banyak orang tua yang merasa terbantu karena anak-anak merasa ”diawasi” atau ”dituntun” oleh sosok yang mereka kagumi atau takuti dengan hormat.
Namun, kita juga perlu melihat realitas bahwa tidak semua anak dapat beradaptasi dengan pendekatan keras. Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekitar 18 persen anak usia sekolah mengalami gangguan kecemasan ringan hingga sedang.
Itu bisa diperparah jika pendekatan pendisiplinan dilakukan dengan tekanan fisik atau mental berlebihan. Di sanalah pentingnya memastikan bahwa program barak militer tersebut dilakukan dengan pengawasan tenaga profesional, termasuk psikolog anak, guru BK, dan pendidik berpengalaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: