Gula Rembesan

ILUSTRASI Gula Rembesan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Konsumsi Gula, Garam, Lemak dan Ancaman Penyakit Tidak Menular
Dalam tataran mikro, gula impor yang merembes di pasar gula konsumsi itu jelas sangat merugikan petani. Di skala makro, hal tersebut mengganggu mata rantai tata niaga gula konsumsi yang berbasis kepada tebu rakyat.
Pada ujungnya, itu bisa mengganggu agenda pemerintah untuk percepatan swasembada gula yang sudah berjalan sejak 2023.
Lantas, bagaimana mengembalikan rantai tata niaga gula yang terganggu oleh gula rembesan tersebut? Tentu dengan ketegasan pemerintah sebagai regulator industri komoditas pangan. Langkah gercep (gerak cepat) Satgas Pangan untuk mengatasi hal itu menjadi sangat relevan.
Demikian juga dengan penertiban terhadap gula fortifikasi. Untuk menghindari rembesan gula impor melalui fortifikasi, akan menjadi sangat baik kalau gula jenis itu hanya boleh menggunakan bahan baku dari gula kristal hasil produksi domestik.
Kedua, dengan menyerap gula petani menjadi CPP (cadangan pangan pemerintah). ”Diperlukan dana Rp 1,5 triliun untuk bisa menyerap tebu petani saat ini,” kata Dirut PT SGN Mahmudi saat rapat dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman di rumahnya, Minggu, sejak pukul 06.00 WIB.
Setelah mendapat laporan tentang gula rembesan itu, menteri yang dikenal gercep menangani masalah pangan tersebut ikut turun tangan. ”Yang seperti ini harus segera ditangani. Sesuai dengan arahan presiden, petani tak boleh dirugikan,” katanya. Ia pun langsung menghubungi berbagai pihak untuk mengatasi gula rembesan itu.
Jikalau gula rembesan tersebut bisa dihentikan Satgas Pangan, bisakah serapan gula petani segera terjadi? Harapannya tentu demikian. Kalau saja pembeli besar tak segera bergerak, mekanisme CPP menjadi harapan mereka.
Tapi, apakah pemerintah mampu menyediakan dana sebesar itu dalam waktu singkat? Saya tidak tahu pasti tentang itu. Yang mungkin bisa adalah menggunakan pendekatan korporasi. BUMN gula dengan dukungan Badan Pengelola Investasi Danantara yang membeli gula petani.
Kembali ke soal tadi.
Inti masalah industri gula kita ada pada tata kelola produksi dan tata niaga gula. Itu terungkap dalam hasil penelitian disertasi saya yang telah diterbitkan dalam buku berjudul Perubahan Paradigma dan Ekosistem BUMN Gula (Penerbit Buku Kompas, 2024).
Perbaikan tata kelola produksi dan tata niaga di hulu itu sangat menentukan target swasembada gula pemerintah.
Tata kelola produksi telah diperbaiki melalui transformasi kelembagaan di BUMN gula. Hasilnya pun telah bisa mulai dirasakan dengan peningkatan produksi gula dalam negeri dari tahun ke tahun. Gairah petani tebu pun mulai pulih dengan bertambahnya luasan tebu rakyat dalam beberapa tahun terakhir.
Sedangkan persoalan tata niaga gula tak hanya bisa diselesaikan BUMN gula. Sebab, itu melibatkan antarlembaga dan kementerian. Pihak yang memproduksi kabijakan, termasuk kebijakan tentang impor gula. Bagaimana agar importasi gula tak bertabrakan dengan agenda swasembada dan upaya meningkatkan kesejahteraan petani.
Kalau melihat arah kebijakan presiden dan berbagai gerakan menteri pertanian sebagai pembantu presiden, menyelaraskan dua langkah perbaikan itu semestinya bukan hal sulit. BUMN gula bisa menjadi andalan untuk transformasi tata kelola industri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: