Pecandu Dibui atau Direhabilitasi?

Pecandu Dibui atau Direhabilitasi?

ILUSTRASI Pecandu Dibui atau Direhabilitasi?.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Interpretasi berupa anggapan publik, menggunakan narkoba bisa membuat seseorang menjadi lebih aktif dan kreatif. Seperti artis. Inilah negatifnya.

Dilanjut: ”Soal ini mungkin bisa menjadi kajian-kajian dalam wilayah akademis. Karena menurut saya, itulah yang terjadi. Saya mempertanggungjawabkan ini. Dunia akhirat saya mempertanggungjawabkan pernyataan saya ini.”

Pemenjaraan pengguna narkoba di Indonesia sampai disorot media massa internasional. Sebab, di banyak negara pengguna direhabilitasi.

Dikutip dari The Conversation, 23 Agustus 2018, berjudul Why Indonesia should stop sending drug users to prison? disebutkan bahwa kebijakan Indonesia itu aneh.

Disebutkan, Indonesia memenjarakan lebih banyak narapidana daripada yang dapat ditanganinya. Kelebihan kapasitas penjara telah menjadi salah satu prioritas utama pemerintah dalam kebijakan reformasi hukum. Hal itu menyebabkan berbagai masalah, termasuk kerusuhan dan penyuapan di penjara.

Hingga Juni 2018, pemerintah Indonesia menahan hampir 250.000 narapidana di penjara-penjara di seluruh negeri. Total kapasitas penjara hanya dapat menampung setengah dari jumlah tersebut.

Masalah kelebihan kapasitas sebagian besar disebabkan sistem peradilan Indonesia yang dapat dengan mudah memenjarakan penjahat, bahkan untuk kasus-kasus kecil. 

Di bawah sistem tersebut, pengguna narkoba dikirim ke penjara, bukannya ke pusat rehabilitasi. Mereka (pengguna) dikategorikan sebagai pelaku kejahatan serius bersama dengan narapidana korupsi dan teroris yang dihukum. 

Data terbaru menunjukkan bahwa pengguna narkoba merupakan sepertiga dari mereka yang dipenjara karena kejahatan serius.

Mengingat besarnya jumlah narapidana, pemerintah perlu menghentikan pemenjaraan pengguna narkoba dan meninjau kembali pendekatan hukumannya terhadap mereka.

Pengguna narkoba belum tentu pengedar narkoba. Ketika seseorang menjadi narapidana narkoba, ia dapat menjadi pengguna narkoba atau pengedar narkoba atau keduanya dalam beberapa kasus.

Namun, hukum Indonesia tidak mengakui pembedaan itu dan cenderung memperlakukan semua narapidana narkoba sebagai pelaku tindak pidana berat. 

Padahal, UU di Indonesia, Pasal 127 UU Narkoba menyatakan bahwa hakim dapat menawarkan program rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Namun, peraturan tersebut belum diterapkan. 

UU tersebut bertentangan dengan Pasal 112 KUHP ayat 1 yang menyatakan bahwa orang yang memiliki, menyimpan, menguasai, dan menyediakan narkotika harus dijatuhi hukuman penjara. Pasal itu mendefinisikan pengguna narkoba sebagai penjahat berat. 

Hasil penelitian Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menunjukkan bahwa aparat hukum Indonesia cenderung mengandalkan pasal 112 daripada pasal 127 dalam menangani kasus narkoba. Sebab, pasal 112 lebih mudah dibuktikan daripada pasal 127. Mereka pilih yang gampang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: