Pemotongan Hukuman Setya Novanto Picu Reaksi: Mantan Penyidik KPK Kritik Putusan PK

Pemotongan Hukuman Setya Novanto Picu Reaksi: Mantan Penyidik KPK Kritik Putusan PK

Mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha mengungkapkan rasa kekecewaannya terhadap Mahkamah Agung yang telah mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) terhadap terpidana korupsi KTP elektronik (e-KTP), Setya Novanto dengan memotong masa tahanannya menjadi 12,5 tahu-Dok. Disway.id-

HARIAN DISWAY - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto, menuai kritik dari sejumlah pihak. Salah satunya datang dari mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha, yang menyayangkan keputusan pemotongan masa hukuman menjadi 12,5 tahun penjara.

Menurut Praswad, mantan Ketua DPR RI itu merupakan tokoh utama dalam kasus korupsi berskala besar yang menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.

"Dengan mengabulkan PK dan 'menyunat' vonis menjadi 12,5 tahun, Mahkamah Agung secara tidak langsung mengirim pesan bahwa pelaku korupsi besar pun dapat memperoleh keringanan hukuman, terlepas dari tingkat kejahatan dan dampaknya terhadap bangsa," ungkap Praswad dalam keterangannya pada Sabtu, 5 Juli 2025.

Ia juga mempertanyakan dasar pengajuan PK tersebut dan menilai bahwa proses hukum seharusnya tidak digunakan untuk meniadakan keadilan substantif yang telah diperjuangkan lewat proses hukum panjang.

BACA JUGA:Andi Narogong Datangi KPK Hari Ini, Diperiksa untuk Saksi Korupsi e-KTP Paulus Tannos

BACA JUGA:Buronan e-KTP Paulus Tannos di Ujung Tanduk, Pemerintah Tunggu Pemulangan dari Singapura

"PK semestinya bukan menjadi 'jalan pintas' untuk membatalkan rasa keadilan yang telah diperjuangkan melalui proses panjang, yakni dari penyidikan, penuntutan, hingga putusan berkekuatan hukum tetap," tegasnya.

Praswad menilai perlu ada peninjauan terhadap proses pertimbangan dalam pemberian PK, termasuk keterbukaan informasi dari MA.

"Putusan ini seharusnya menjadi alarm keras bagi Mahkamah Agung dan sistem peradilan pada umumnya untuk mengembalikan kepercayaan publik," jelasnya.

Ia menekankan bahwa keringanan hukuman terhadap Setnov dapat memicu apatisme publik terhadap pemberantasan korupsi dan menjadi preseden buruk bagi para pelaku korupsi lainnya.

"Kami menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya soal memenjarakan pelaku, tetapi soal menegakkan rasa keadilan dan kepercayaan publik terhadap negara," pungkas Praswad.

BACA JUGA:Kronologi Penangkapan Paulus Tannos: Buron 27 Bulan Kasus Korupsi e-KTP, Kecoh Petugas dengan Ganti Kewarganegaraan

BACA JUGA:KPK Tangkap Buronan e-KTP Paulus Tannos

Sementara itu, pihak kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail, menyampaikan bahwa dalam permohonan PK, salah satu novum yang diajukan adalah keterangan dari agen FBI Amerika Serikat, Jonathan E Holden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: