Gertakan Tarik-Ulur Donald Trump pada Asia: Tarif Naik, Tapi Masih Bisa Dinegosiasikan

Gertakan Tarik-Ulur Donald Trump pada Asia: Tarif Naik, Tapi Masih Bisa Dinegosiasikan

PENGUMUMAN DEADLINE TARIF oleh Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt, 7 Juli 2025.-ANDREW HARNIK-GETTY IMAGES VIA AFP-

Ketika ditanya mengapa Jepang dan Korea Selatan menjadi sasaran pertama, Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menjawab, “Itu hak prerogatif presiden, dan memang negara-negara itulah yang ia pilih.”

Di Asia Tenggara, beberapa negara juga terkena imbas langsung. Indonesia dijatuhi tarif 32 persen, Bangladesh 35 persen, dan Thailand 36 persen. Meski tingkat tarif itu sesuai dengan ancaman sebelumnya di bulan April, beberapa negara seperti Laos dan Kamboja justru mendapatkan penurunan tarif yang mencolok.

BACA JUGA:Trump Sebut Zohran Mamdani Komunis, Ancam Potong Dana untuk New York Jika Terpilih Jadi Wali Kota

BACA JUGA:RUU Pajak Trump Masuk ke Debat Senat, Picu Perpecahan di Internal Partai Republik

Thailand, yang sedang menghadapi masa transisi pemerintahan, tidak tinggal diam. Pelaksana tugas Perdana Menteri Phumtham Wechayachai pada Selasa mengatakan bahwa pihaknya menginginkan kesepakatan yang lebih baik. Mereka tak mau kena tarif 36 persen yang diancamkan Trump. “Yang paling penting adalah kami menjaga hubungan baik dengan AS,” tambahnya.

Malaysia pun menyatakan komitmennya untuk terus menjalin negosiasi. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Perdagangan Malaysia menegaskan akan mengupayakan perjanjian dagang yang seimbang, saling menguntungkan, dan menyeluruh.

Langkah Trump itu muncul dalam konteks janji administrasinya untuk meraih "90 kesepakatan dalam 90 hari." Namun hingga kini, baru dua kesepakatan pasti yang diumumkan. Yakni dengan Inggris dan Vietnam. Juga satu perjanjian de-eskalasi tarif dengan Tiongkok.

Secara formal, Trump juga menandatangani perintah penundaan kembali tenggat waktu tarif dari 10 Juli menjadi 1 Agustus. Namun, pernyataan-pernyataannya menunjukkan bahwa tenggat itu pun masih bisa dinegosiasikan.

BACA JUGA:Trump Marah Disebut Serangan AS ke Iran Gagal, Minta Jurnalis yang Memberitakan Dipecat

BACA JUGA:Data Intelijen Ungkap Serangan AS Gagal Hancurkan Situs Nuklir Iran, Trump Klaim Asal-Asalan?

Ancaman tarif itu tidak hanya diarahkan pada neraca perdagangan. Trump juga menambahkan elemen geopolitik. Ia memperingatkan bahwa negara-negara yang mendekat ke blok BRICS bisa dikenai tarif tambahan 10 persen. Tuduhannya adalah: mendorong kebijakan anti-Amerika. Sebab, negara-negara BRICS memang menolak penetapan tarif sewenang-wenang dari AS tersebut.

Pasar saham AS pun langsung bereaksi. Indeks Nasdaq jatuh 0,9 persen, sementara S&P 500 turun 0,8 persen. Ketidakpastian dari strategi negosiasi Trump—antara gertak dan lunak—telah menjadi momok bagi investor dan pemerintah di seluruh dunia.

Meski demikian, negara-negara mitra dagang AS berlomba untuk merespons. Uni Eropa bahkan menyatakan bahwa Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen telah bertukar pandangan secara positif dengan Trump melalui telepon pada Minggu, 6 Juli 2025.

BACA JUGA:Serangan AS ke Iran: Taruhan Trump pada Kekuatan Militer dan Akhir Diplomasi

Dan Asia jadi sasaran utama gertakan tarif Trump, fakta bahwa ia tetap membuka celah negosiasi menunjukkan bahwa strategi itu bukan hanya soal pemaksaan, tapi juga permainan tekanan. Dan seperti biasa, Trump tetap jadi pusat dari ketidakpastian yang ia ciptakan sendiri. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: