Purna Migran, Remitansi, dan Tantangan Pemberdayaan: Catatan dari Watulimo, Trenggalek

Purna Migran, Remitansi, dan Tantangan Pemberdayaan: Catatan dari Watulimo, Trenggalek

Penyampaian materi dari Suci selaku Kabid P3A Kabupaten Trenggalek. --Biandro Wisnuyana


Tujuan purna migran pun bukan untuk kaya raya, melainkan hanya untuk mencukupi kebutuhan dasar seperti membangun rumah atau membeli genteng. --Biandro Wisnuyana

Namun, seperti diungkapkan Pak Yani Prasongko (Kepala Desa Sawahan), upaya pendampingan selama ini masih minim dukungan dari pemerintah kabupaten, provinsi, hingga pusat. Padahal, komunitas dan kegiatan sudah berjalan, tetapi tidak cukup kuat tanpa sinergi lintas sektor.

Bu Tina menambahkan bahwa peran Disnaker, perbankan pengelola remitansi, hingga Dinas Sosial harus diperjelas agar program pemberdayaan lebih terarah dan sesuai hasil asesmen lapangan.

BACA JUGA: Pekerja Migran Indonesia: Pahlawan atau Penghasil Devisa?

Menata Arah Migrasi dan Masa Depan Keluarga

Satu hal yang ditekankan oleh semua narasumber adalah pentingnya edukasi sejak dini, baik kepada calon PMI, keluarganya, maupun anak-anak mereka. Edukasi ini mencakup pengelolaan keuangan, literasi hukum, serta perencanaan masa depan pascamigrasi. 

Selain itu, upaya preventif juga diperlukan, termasuk memastikan keberangkatan PMI secara legal dan terampil, serta menghindari tujuan migrasi berisiko tinggi seperti Timur Tengah dan Malaysia, yang rawan kasus ilegalitas dan kekerasan.

Negara tujuan yang dinilai aman seperti Hongkong dan Taiwan justru menerapkan syarat ketat dalam hal usia, bahasa, dan keterampilan.

BACA JUGA: Advokasi Pekerja Migran Melalui Pengabdian Masyarakat Internasional

Oleh karena itu, standar pendidikan dan pelatihan kerja bagi calon migran harus menjadi prioritas, selain peraturan desa yang menjamin perlindungan anak-anak PMI dari kekerasan atau pengabaian.

Kegiatan pengabdian masyarakat ini bukan hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga cermin realitas yang menuntut perhatian serius.

Isu migrasi bukan semata soal keluar negeri untuk bekerja, tetapi soal bagaimana membangun ketahanan keluarga, keadilan sosial, dan pemberdayaan ekonomi yang nyata.

BACA JUGA: 5 Ribu Pekerja Migran Indonesia Hadiri Peringatan Hari Migran Intrenasional oleh BP2MI

Diperlukan kebijakan lintas sektor yang berpihak pada warga, serta komitmen bersama untuk menjadikan purna migran bukan hanya sebagai “mantan buruh”, melainkan sebagai motor penggerak pembangunan lokal yang bermartabat. (*)


Biandro Wisnuyana Dosen Program Studi Antropologi, Universitas Airlangga. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: