Berharap Ada Damai, Thailand dan Kamboja Sepakat Bertemu

TENTARA THAILAND bergerak menuju pos penjagaan di provinsi Si Sa Ket, perbatasan Kamboja-Thailand, Sabtu, 26 Juli 2025.-LILLIAN SUWANRUMPHA-AFP-
“Ketika semuanya selesai dan perdamaian tercapai, saya menantikan perjanjian dagang dengan kedua negara,” tulis Trump di media sosialnya.
BACA JUGA:Kamboja Serukan Gencatan Senjata, Thailand Minta Selidiki Siapa yang Menembak Duluan
BACA JUGA:Sengketa Panjang Kamboja dan Thailand: Rebutan Kuil Suci, Rakyat Dicekam Ketakutan
Trump juga memberi sinyal tekanan ekonomi. Ia mengancam tarif dagang jika Thailand dan Kamboja tak menyepakati perjanjian perdagangan independen. Lewat Menteri Luar Negeri Marco Rubio, AS akan menjadi perantara dalam upaya koordinasi kedua negara.
Di New York, Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat pada Jumat. Sekjen PBB António Guterres mengecam kehilangan nyawa yang tragis dan tidak perlu. Ia menyerukan penghentian segera pertempuran.
“Kedua negara harus segera menyepakati gencatan senjata dan memulai dialog untuk solusi damai jangka panjang,” ujar juru bicara PBB Farhan Haq.
Baik Thailand maupun Kamboja menyatakan terbuka pada upaya damai. Hun Manet menyatakan setuju atas usulan gencatan senjata tanpa syarat. Ia menyambut baik inisiatif Trump.
RUMAH HANCUR akibat serangan artileri Kamboja di Provinsi Surin, Thailand, 27 2025. Warga pun mengungsi.-LILLIAN SUWANRUMPHA-AFP-
Namun pernyataan publik dari kedua pihak menunjukkan saling curiga masih kuat. Thailand menuduh Kamboja menembaki rumah warga sipil di Surin. “Tak mungkin ada penghentian tembak-menembak jika Kamboja tak menunjukkan iktikad baik,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Thailand.
Sementara itu, Kamboja menuding Thailand melakukan agresi terkoordinasi dan menggunakan senjata terlarang seperti bom cluster. Bahkan, rumah sakit disebut jadi sasaran.
Konflik itu telah menewaskan delapan tentara dan 13 warga sipil dari Thailand, serta lima tentara dan delapan warga sipil dari Kamboja. Pengungsian massal juga mencerminkan besarnya skala peperangan. Sebanyak 138 ribu warga Thailand dan 80 ribu warga Kamboja kini kehilangan tempat tinggal.
Ketegangan politik telah mengorbankan lebih dari nyawa dan rumah. Dua negara dengan sektor pariwisata besar itu kini kehilangan kepercayaan wisatawan dan investor. Jalur perbatasan yang biasa dipadati truk logistik kini kosong. Ancaman sanksi ekonomi dari Washington menambah beban.
BACA JUGA:Thailand Tolak Mediasi dengan Kamboja, Desak Hentikan Serangan Duluan
BACA JUGA:Konflik Thailand-Kamboja Memanas, ASEAN Harus Turun Tangan
Krisis juga berdampak di dalam negeri masing-masing. Pemerintah Thailand mengeluarkan peringatan agar warganya tak melakukan kekerasan terhadap pekerja migran asal Kamboja. Sementara itu, di Kamboja, tekanan meningkat bagi Hun Manet agar tidak dinilai lunak dalam mempertahankan wilayah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: