KPK Larang Koruptor Pakai Masker, Mengapa DPR Terganggu?

KPK Larang Koruptor Pakai Masker, Mengapa DPR Terganggu?

Rencana larangan bermasker kepada koruptor oleh KPK ditolak oleh DPR RI.--

Menampilkan identitas tersangka secara terbuka tidak bertentangan dengan asas praduga tak bersalah jika dilakukan secara terukur dan tidak dalam kerangka menghakimi. Justru, keterbukaan di tahap awal proses hukum penting untuk membangun kepercayaan publik, menghindari spekulasi liar, dan memperkuat pengawasan masyarakat terhadap lembaga hukum. Dalam negara hukum yang demokratis, keterbukaan dan akuntabilitas harus berjalan seiring dengan perlindungan hak individu.

Tujuan utama dari kebijakan ini bukan untuk mempermalukan, melainkan memastikan bahwa masyarakat menerima informasi yang benar. Menyembunyikan wajah tersangka berisiko menimbulkan salah identifikasi atau bahkan fitnah terhadap orang lain yang tidak terlibat. Pengalaman-pengalaman semacam ini menjadi pengingat bahwa keterbukaan adalah bagian dari sistem keadilan yang bisa diverifikasi secara publik, bukan semata ruang sensasi media.

Persoalan muncul ketika anggota DPR menolak usulan ini secara tergesa-gesa. Bahkan sebelum masuk ke tahap pembahasan legislatif yang terbuka dan substansial. Ketika publik justru mendukung keterbukaan sebagai bentuk kontrol sosial terhadap praktik korupsi, penolakan dari elit politik menimbulkan kesan bahwa terdapat konflik kepentingan yang tidak diungkapkan secara jujur. 

BACA JUGA: DPR Desak Polisi Usut Tuntas Kematian Diplomat Kemenlu, Keluarga Tolak Dugaan Bunuh Diri

BACA JUGA:DPRD Pasuruan Sahkan Perubahan APBD 2025 Tepat Waktu

Fungsi legislasi semestinya digunakan untuk memperkuat sistem hukum, bukan untuk menghambat pembaruan yang relevan dengan kebutuhan zaman. Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sedang dibahas di parlemen seharusnya menjadi ruang untuk memperjelas dan memperkuat aturan mengenai keterbukaan penanganan perkara, termasuk kasus korupsi. 

Jika wajah tersangka saja tidak boleh ditampilkan dengan dalih perlindungan hukum, besar kemungkinan asas praduga tak bersalah telah direduksi menjadi tameng politik, bukan lagi prinsip hukum yang dijalankan dengan tulus.

Di tengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum, KPK justru mencoba membangun dialog hukum yang sehat dengan lembaga pembentuk Undang-Undang. Tidak ada paksaan kebijakan, tidak pula pelanggaran terhadap konstitusi. Yang ada adalah tawaran niat baik untuk memperkuat kepercayaan publik. (*)

*) Mahasiswa dan Peneliti Pusat Kajian Konstitusi, Perundang-undangan, dan Demokrasi Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: