Ngidam Saat Hamil: Antara Hasrat, Hormon, dan Fakta Ilmiah

Ngidam Saat Hamil: Antara Hasrat, Hormon, dan Fakta Ilmiah

Ngidam selama kehamilan adalah fenomena yang dipengaruhi oleh hormon, kebutuhan metabolik, dan faktor psikologis. Memahami dasar ilmiah di balik ngidam membantu. -iStockphoto-

HARIAN DISWAY - Ngidam sering kali dianggap bagian tak terpisahkan dari kehamilan. Ada yang tiba-tiba ingin makan mangga muda di tengah malam, ada pula yang menangis karena tak dapat semangkuk es serut kesukaan.

Dalam budaya Indonesia, ngidam bahkan dipercaya harus dipenuhi agar janin tidak “rewel” atau bayi tidak lahir dengan “air liur menetes”. Tapi, benarkah ngidam hanyalah mitos budaya? Atau ada penjelasan ilmiah di balik keinginan yang datang tiba-tiba itu?

Secara ilmiah, ngidam didefinisikan sebagai dorongan intens terhadap makanan tertentu selama masa kehamilan. Fenomena ini dialami oleh sekitar 50–90 persen ibu hamil di berbagai belahan dunia, menurut studi yang dimuat dalam Frontiers in Psychology tahun 2014.

BACA JUGA: KPK Beber Dugaan Korupsi Pengadaan PMT Balita dan Ibu Hamil di Kemenkes

Meski jenis makanan yang diinginkan bisa berbeda-beda tergantung budaya, kecenderungan untuk mengalami ngidam hampir bersifat universal.

Salah satu penjelasan utama dari ngidam adalah perubahan hormonal selama kehamilan. Hormon seperti estrogen dan progesteron meningkat drastis, dan ini berdampak pada indera penciuman dan pengecap.

Itulah sebabnya, beberapa makanan yang sebelumnya biasa saja, tiba-tiba terasa sangat menggoda atau bahkan menjijikkan. Dalam jurnal Appetite tahun 2012, para peneliti menyebutkan bahwa perubahan sensori inilah yang membuat keinginan makan menjadi sangat spesifik.

BACA JUGA: Ketika Tubuh Perempuan Berubah: Mengenal Hormon Kehamilan dan Dampaknya

Selain hormon, fluktuasi kadar gula darah juga berperan. Tubuh ibu hamil membutuhkan lebih banyak energi, terutama di trimester pertama dan ketiga, sehingga otak bisa memberi sinyal “ingin makan manis” sebagai bentuk kompensasi.

Makanan tinggi gula atau karbohidrat cepat sering menjadi objek ngidam karena memberi energi instan dan sensasi nyaman. Hal ini didukung oleh riset di Journal of Obstetrics and Gynaecology, yang menunjukkan bahwa makanan seperti cokelat, es krim, dan camilan asin menjadi yang paling banyak diidamkan.

Tak hanya soal biologi, faktor psikologis juga tak kalah kuat. Kehamilan adalah fase penuh perubahan, dan ngidam bisa menjadi bentuk coping mechanism atas stres, kecemasan, atau kebutuhan akan perhatian.

BACA JUGA: Ibu Hamil Susah Tidur? Ini Cara Mengatasinya

Dalam banyak kasus, keinginan makan yang berlebihan adalah cara tubuh meminta kenyamanan. Bahkan, menurut psikolog perinatal dari University of Albany, Dr. Julia Hormes, ngidam bisa berkaitan erat dengan kebutuhan emosi yang belum terpenuhi.

Terutama pada ibu hamil yang mengalami perubahan lingkungan atau kurang dukungan sosial. Di sisi lain, ada juga kondisi yang disebut pica, yaitu keinginan mengonsumsi benda yang bukan makanan—seperti tanah, kapur, atau es batu.
Tidak semua ngidam harus dituruti, apalagi jika berisiko bagi kesehatan. Ngidam adalah bagian dari pengalaman kehamilan yang unik dan kadang lucu. Namun memahami dasar ilmiahnya membantu kita lebih bijak menanggapi. -iStockphoto-

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: