Integritas Riset Kampus RI Diragukan

ILUSTRASI Integritas Riset Kampus RI Diragukan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Membangun Zona Integritas di Perguruan Tinggi
Publikasi ilmiah? Banyak yang memilih jalan pintas: kirim ke jurnal luar negeri yang tidak jelas reputasinya, selama bisa cepat terbit. Bayar mahal pun tak masalah.
Yang penting, bisa dilaporkan ke sistem. Jangan marah. Sebab, itu bukan rahasia. Tetapi, itu sudah menjadi pengetahuan umum.
Pertanyaannya, apakah semua kampus begitu? Tentu saja tidak. Masih banyak kampus yang menjaga martabat akademik dengan baik. Tapi, ketika 13 kampus besar kita –ikon pendidikan nasional– masuk daftar peringatan integritas, ini bukan lagi soal satu-dua oknum. Melainkan, sudah sistemik.
APA YANG SALAH?
Apakah salah pemerintah? Mungkin sebagian, ya. Sebab, sistem penilaian kinerja dosen di kita ini masih terlalu menekankan kuantitas, bukan kualitas.
Apakah salah kampus? Bisa juga ya. Pasalnya, banyak rektorat yang lebih sibuk mengejar peringkat dan akreditasi ketimbang membangun ekosistem akademik yang sehat.
Tapi, sebagian besar salahnya mungkin justru ada di dalam diri kita: para dosen, peneliti, pembimbing, dan pengambil kebijakan akademik. Kita terlalu kompromistis. Terlalu permisif terhadap pelanggaran etika kecil yang lama-lama membesar.
Kita tahu, misalnya, siapa yang rutin menyusun laporan penelitian ”numpang nama”. Kita tahu siapa yang mengeklaim penelitian mahasiswanya sebagai riset sendiri. Namun, kita diam. Bahkan, kadang ikut-ikutan. Ini soal budaya. Pun, budaya itu dibentuk –atau dibongkar– dari dalam.
HARAPAN DARI TAMPARAN
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Prof Brian Yuliarto sudah menyampaikan sikap. Masalah itu harus jadi evaluasi. Bukan membuat riset Indonesia melemah, melainkan justru memperkuat kualitas ke depan.
Ya, benar. Saya setuju. Justru inilah momen penting bagi kita untuk memulai sesuatu yang baru: Mulai dari kampus. Mulai dari ruang seminar proposal. Mulai dari sidang skripsi. Mulai dari cara kita membimbing mahasiswa.
Riset harus dikembalikan ke rohnya: menjawab persoalan, memberikan solusi, dan memperkuat daya saing bangsa.
Saya yakin. Indonesia tidak kekurangan otak cerdas. Tidak kekurangan semangat. Tidak kekurangan masalah yang bisa diteliti. Tapi, kita perlu satu hal lagi: kejujuran akademik. Tanpa itu, semua riset kita akan menjadi etalase kosong. Cantik di luar, kosong di dalam.
PENUTUP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: