80 Tahun Merdeka, Quo Vadis Pendidikan Nasional?

ILUSTRASI 80 Tahun Merdeka, Quo Vadis Pendidikan Nasional?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Sistem yang terarah jauh lebih efisien daripada lalu lintas kebijakan yang semrawut. Apalagi, jika kebijakan itu sekadar menjadi parade proyek lima tahunan yang citranya hanya indah di foto, tetapi rapuh di dalam.
BACA JUGA:Merdeka Belajar, Proses Asah Pisau Dari Sisi Tajamnya
BACA JUGA:”Merdeka ataoe Mati” di Mampang, Jakarta
Kemendiktisaintek harus teguh membangun perguruan tinggi yang tangguh, berdampak, dan mendunia, tidak sekadar memoles citra lewat proyek mercusuar.
Kemensos perlu memastikan setiap anak dari keluarga miskin tetap bersekolah melalui dukungan yang tepat sasaran, tidak sekadar menjadi data statistik yang terpoles rapi di laporan tahunan.
Sementara itu, BUMN dan/atau badan sejenisnya sebaiknya hadir sebagai simpul penghubung yang menyalurkan beasiswa, mendukung riset inovasi, dan membuka jalur kemitraan industri.
Jadi, tidak mengambil alih peran sebagai pengelola lembaga pendidikan atau universitas sendiri.
Dalam konteks itulah, sinergi antarlembaga merupakan suatu keniscayaan, seperti integrasi jaringan transportasi, yakni hanya berhasil jika setiap moda memahami perannya, tidak saling berebut jalur utama.
ANGGARAN PENDIDIKAN BERKEADILAN
Dalam konteks tata kelola, pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN semestinya difokuskan sepenuhnya untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, bukan untuk pendidikan kedinasan yang dikelola kementerian atau lembaga lain.
Sekolah kedinasan semestinya dibiayai secara mandiri dari pos anggaran institusinya, tidak malah mengambil porsi anggaran pendidikan yang menjadi amanat konstitusi.
Bayangkan saja, jikalau Rp 91,4 triliun untuk 64 juta siswa/mahasiswa dibanding Rp 104 triliun untuk hanya 13 ribu peserta pendidikan kedinasan. Ketimpangan itu tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga berpotensi melanggar regulasi yang sudah menegaskan pemisahan pos tersebut.
Oleh karena itu, pemerintah perlu segera mengeluarkan anggaran sekolah kedinasan dari porsi 20 persen APBN pendidikan demi keadilan, transparansi, dan efektivitas pemenuhan hak pendidikan seluruh warga negara.
Klausul itu perlu mendapat perhatian serius dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) agar didefinisikan secara jelas dan tidak menimbulkan tafsir ganda.
Apalagi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2022 pasal 80 telah menegaskan bahwa anggaran pendidikan dalam APBN negara setiap tahun anggaran sekurang-kurangnya dialokasikan 20 persen dari belanja negara, dan anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud tidak termasuk biaya pendidikan kedinasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: