Pildek (FK Unair), Minus Demokrasi

Pildek (FK Unair), Minus Demokrasi

ILUSTRASI Pildek (FK Unair), Minus Demokrasi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Kini semua berubah, pendidikan dan kesehatan telah menjadi ladang uang yang menggiurkan. Tentu spiritnya berbeda dan perjalanannya pun sangat berbeda. Dalam 5–10 tahun terakhir, RS swasta baru supermewah tumbuh menjamur. 

Kini 14 fakultas kedokteran hadir di kawasan Surabaya dan sekitarnya, mungkin akan bertambah terus, entah ke mana arahnya nanti.

Membaca statuta Unair, terkesan Universitas Airlangga kini dikelola secara korporasi. Dalam mengelola korporasi, jelas kehadiran meritokrasi lebih dibutuhkan ketimbang demokrasi. 

Sebagai pengingat untuk kita semua, mari kita baca pesan Nabi Besar Muhammad SAW, ”Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, tunggulah kehancurannya.” 

Yang harus dipahami, tugas dekan periode ini jauh lebih berat daripada dekan-dekan sebelumnya, mengapa? Tech gap sebenarnya telah lama terjadi, lebih dari 30 tahun. Namun, terjadi epistemic lag (baca: tidak ngeh), akhirnya para dekan terdahulu, dan pemerintah juga tentunya, abai. 

Terjadi inertia yang begitu lama dan kini semua beban berat itu menumpuk di pundak dekan dan rektor baru. Namun, mari kita tetap optimistis rektor dan para dekan baru akan hadir membawa harapan baru. 

Universitas Airlangga akan menjadi ”gudang” ilmu pengetahuan dan teknologi yang disegani dunia. Semoga! (*)  

*) dr Ario Djatmiko adalah staf pengajar FK, Unair, 1977–2015.

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: