Menghitung Biaya Kerusuhan

ILUSTRASI Menghitung Biaya Kerusuhan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Akhirnya, ongkos ekonomi kerusuhan terdiri atas tiga lapis.
Pertama, ongkos langsung. Yakni, kerusakan fisik yang harus dibayar tunai dari kas negara/daerah.
Kedua, ongkos tidak langsung. Yaitu, gangguan mobilitas, logistik, jam kerja, dan omzet UMKM.
Ketiga, ongkos reputasi. Yakni, premi risiko yang melekat pada rupiah, SUN, dan IHSG, yang pada gilirannya memengaruhi biaya modal dan investasi jangka menengah.
Apa yang perlu dilakukan? Tiga hal.
Pertama, transparansi investigasi. Sebab, kejelasan aktor dan SOP pengamanan akan memangkas rumor, menenangkan pasar, dan mencegah duplikasi kerusuhan.
Kedua, pemulihan layanan publik cepat (halte, lampu jalan, CCTV) agar biaya gesek ekonomi turun secepat mungkin.
Ketiga, komunikasi kebijakan yang konsisten. Itu dilakukan untuk menjaga garis antara penegakan hukum dan perlindungan hak warga negara. Tujuannya, advisory internasional tidak melebar dan investor tidak menunggu di pinggir lapangan terlalu lama.
Kita boleh berbeda pendapat soal kebijakan. Namun, ketika etalase kota terbakar, yang dihitung pasar adalah berapa lama padamnya, seberapa cepat dibangun kembali, dan apakah kejadian serupa bakal berulang.
Selama tiga pertanyaan itu belum dijawab dengan tindakan nyata, rupiah, indeks, dan –yang paling penting– pendapatan rakyat kecil akan terus menjadi tumbal pertama. (*)
*) Ulul Albab adalah ketua Litbang DPP Amphuri dan ketua ICMI Jawa Timur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: