Korupsi dan Formalisme Beragama: Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji

ILUSTRASI Korupsi dan Formalisme Beragama: Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Di negeri ini sepertinya tidak ada institusi yang steril dari korupsi. Hampir semua lembaga negara, baik itu di pusat maupun di daerah, terkena wabah korup.
Karena itu, tidak salah jika berbagai survei nasional maupun regional menempatkan Indonesia menjadi salah satu negara terkorup.
KESALEHAN FORMAL
Mengapa institusi atau orang yang selama ini rajin mengusung dan kampanye perbaikan moralitas umat sampai tersangkut kasus dugaan korupsi? Ada apa dengan Kemenag?
Apakah dan mengapa basis moralitas dan spiritualitas agama tidak mampu menahan dan mencegah praktik moral hazard (baca: korupsi) seseorang, termasuk para pejabatnya?
Adakah pergeseran atau pemahaman atau pemaknaan baru terhadap nilai-nilai dan ajaran agama dalam konteks sosial. Atau, ada pemahaman ajaran agama yang dangkal atau selektif bisa membuat oknum membenarkan tindakan korupsinya.
Sebagai contoh, ada yang beranggapan korupsi sebagai ”hadiah” atau ”bantuan” yang tidak merugikan sehingga melemahkan efek pencegahan korupsi dari ajaran agama itu sendiri.
Dalam perspektif sosiologi agama, sosiolog Jerman Max Weber dalam bukunya, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1905), menyebutkan bahwa agama adalah belief system.
Yakni, sistem keyakinan yang terkait dengan kekuatan supernatural dan universal serta memiliki peran signifikan dalam memengaruhi perilaku dan tindakan manusia dan perkembangan sosial serta ekonomi.
Melalui pendekatan dengan menggunakan metode verstehen atau pemahaman makna subjektif individu terhadap agama, ia menganalisis bagaimana agama membentuk cara pandang seseorang tentang dunia dan realitas sosial, mempengaruhi keputusan mereka, dan bahkan berkontribusi pada perubahan sosial, seperti yang dijelaskan dalam karyanya yang fenomenal, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme.
Semua agama besar mana pun melarang tindakan korupsi. Praktik korupsi dianggap sebagai bentuk pengkhianatan dan penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dengan ajaran agama, keadilan, dan kejujuran.
Korupsi adalah pelanggaran moral yang serius dalam berbagai tradisi keagamaan meski dalam praktiknya masih terjadi. Karena itu, hal tersebut setidaknya bisa kita usut dari pemahaman dan praktik keagamaan seseorang.
Kita selama berpuluh-puluh tahun mungkin sudah tahu dan paham nilai-nilai agama, ajaran-ajaran agama; mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana dosa dan mana pahala.
Bahkan, kita sangat begitu hafal dengan dalil-dalil agama yang kita anut. Namun, mengapa tersangkut korupsi juga?
Sebagai bahan refleksi dan introspeksi, kita mungkin selama ini beragama masih sebatas pemahaman formalistis, belum sampai pada pemahaman agama yang substantif. Formalistis berarti pemahaman agama kita masih sebatas kulitnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: