DPR Minta Tata Niaga Gula Dibenahi, Petani Tebu Terancam Rugi

Komisi IV DPR RI mendesak pemerintah segera meninjau ulang tata niaga gula baik gula kristal rafinasi (GKR) maupun gula petani.--disway.id-
HARIAN DISWAY - Polemik tata niaga gula kembali mencuat. Komisi IV DPR RI menilai sistem distribusi gula saat ini tidak berjalan sesuai aturan dan justru merugikan petani tebu. Pemerintah diminta segera melakukan evaluasi agar target swasembada pangan Presiden Prabowo pada 2025 tidak terhambat.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menegaskan bahwa aturan mengenai peredaran gula seharusnya jelas. “Kalau gula rafinasi dijual di pasar konsumsi, artinya ada yang keliru dalam tata niaga,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 12 September 2025.
Alex mengingatkan, gula kristal rafinasi (GKR) seharusnya hanya masuk ke industri, sementara gula petani diperuntukkan bagi kebutuhan masyarakat. Namun lemahnya pengawasan menyebabkan GKR beredar di pasar tradisional.
Kondisi ini, menurutnya, sudah berdampak langsung pada petani. “Selain merugikan petani, GKR yang masuk ke pasar tradisional juga bisa membahayakan kesehatan masyarakat,” kata politisi PDI Perjuangan itu. Ia menambahkan, sekitar 100 ribu ton gula hasil produksi petani kini menumpuk di gudang karena tidak terserap pasar.
BACA JUGA:Fraksi PDIP DPRD Jatim Desak Penertiban Gula Rafinasi
BACA JUGA:Kanang: Stop Impor Gula Sampai Tebu Rakyat Habis Terserap
Lebih jauh, Alex menyoroti kinerja BUMN pangan (ID Food) yang mendapat tugas menyerap gula petani. Dengan adanya kucuran dana Rp1,5 triliun melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), ia meminta transparansi penuh. “Dana itu bukan untuk public service. Jadi jangan seenaknya menggunakan uang negara tanpa perhitungan yang tepat,” tegas Ketua DPD PDI Perjuangan Sumbar itu.
Terkait kebijakan impor, Alex menyambut baik langkah Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono yang menghentikan sementara impor GKR. Menurutnya, kebijakan tersebut tepat untuk menjaga harga sekaligus melindungi petani. “Harus ada perhitungan ulang kebutuhan industri agar tata niaga yang berkeadilan bisa diwujudkan,” tutupnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: