Mengenal Sosok dr. Tan Shot Yen, Ahli Gizi yang Ceplas Ceplos Kritik MBG

Mengenal Sosok dr. Tan Shot Yen, Ahli Gizi yang Ceplas Ceplos Kritik MBG

Dokter ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen --Annisa Amalia Zahro

HARIAN DISWAY - Nama dr. Tan Shot Yen kembali mencuri perhatian publik setelah melontarkan kritik tajam terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam rapat Komisi IX DPR RI pada 22 September 2025. 

Ia dikenal sebagai dokter sekaligus ahli gizi yang konsisten menyuarakan isu pangan dan kesehatan masyarakat, baik di ruang publik maupun melalui media sosial.

Di luar kiprah kritiknya, dr. Tan aktif mengedukasi masyarakat melalui akun Instagram @drtanshotyen yang kini memiliki lebih dari 1,2 juta pengikut.

Sejak tahun 2016, ia juga rutin menulis opini di Kompas.com, dengan total 155 artikel bertema gizi dan pangan yang telah dibaca lebih dari 1,7 juta kali. 

BACA JUGA:Keracunan Massal MBG, Struktur BGN Dipertanyakan karena Nihil Ahli Gizi

dr. Tan  merupakan pendiri Wellbeing Clinics and Remanlay Special Needs’ Health yang berfokus pada kesehatan dan kesejahteraan.

Dokter bernama lengkap Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum ini lahir di Beijing, Tiongkok, pada 17 September 1964 dan kini berusia 61 tahun. Ia menikah dengan Henry Remanlay dan dikaruniai seorang anak bernama Marielle Ancilla Domini. 

dr.Tan berdarah Tonghoa dan kerap menekankan pentingnya penggunaan pangan lokal dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia.

Riwayat pendidikannya cukup beragam. dr. Tan menyelesaikan pendidikan kedokteran di Universitas Tarumanegara, kemudian melanjutkan karier di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Ia meraih gelar Magister Humaniora, serta menempuh berbagai pendidikan tambahan, mulai dari instructional physiotherapy di Perth, Australia, hingga diploma Penyakit Menular Seksual dan HIV-AIDS di Thailand. Ia juga pernah mendalami filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.

BACA JUGA:Ribuan Anak Keracunan MBG, HNW Minta Pemerintah Bertindak

Selain dikenal sebagai penulis buku “Nasehat Buat Sehat”, dr. Tan giat mengampanyekan konsumsi makanan segar atau real food, sekaligus mengkritisi tren konsumsi Ultra-Processed Food (UPF) yang dinilai berdampak buruk bagi kesehatan. 

Kritiknya terhadap MBG pun berangkat dari kegelisahan atas dominasi menu berbasis produk industri, kurangnya keterlibatan ahli gizi berpengalaman, serta minimnya pemahaman tentang standar keamanan pangan seperti Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).

Bagi dr. Tan, MBG seharusnya menjadi momentum untuk memperkenalkan pangan lokal kepada generasi muda, bukan justru menyuguhkan makanan bergaya Barat yang tidak sesuai dengan identitas bangsa maupun kebutuhan gizi masyarakat Indonesia.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: kompas.com