PBB Ungkap 158 Perusahaan Terlibat Pembangunan Pemukiman Ilegal Israel di Tepi Barat

Foto yang menunjukkan pemukiman Yahudi Maale Adumim di Tepi barat yang diduduki Israel sejak tahun 1976--Al Jazeera
HARIAN DISWAY - PBB mencatat sebanyak 158 perusahaan dari 11 negara terlibat dengan aktivitas pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat.
Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) merilis laporan pada Jumat, 26 September 2025 bahwa 158 perusahaan tersebut terlibat dengan perluasan pemukiman ilegal.
Hal ini meliputi menyediakan peralatan dan bahan yang memfasilitasi pembangunan dan pemeliharaan pemukiman ilegal, pembongkaran rumah dan properti milik warga Palestina, serta pencemaran dan pembuangan limbah di desa-desa Palaestina.
BACA JUGA:Trump Tegas Larang Israel Caplok Tepi Barat Jelang Pidato Netanyahu di PBB
PBB menambahkan 68 perusahaan baru ke daftar yang rilis pada tahun 2023 dan menghapus 7, sehingga total saat kini 158 perusahaan terlibat aktivitas pemukiman ilegal.
Perusahaan seperti Airbnb, Booking.com, Motorola Solustions, dan TripAdvisor masih berada dalam daftar tersebut.
Meski mayoritas perusahaan berasal dari Israel, beberapa perusahaan terdaftar di Kanada, China, Prancis, Jerman, Luxemburg, Belanda, Portugal, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat.
Juru bicara OHCHR, Ravina Shamdasani mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan terseut terlibat dalam kegiatan bisnis yang bersangkutamn dengan konstruksi, properti, pertambangan, dan penggalian.
Ia kemudian menegaskan bahwa seharusnya perusahaan-perusahaan tersebut tidak terlibat dalam isu pelanggaran HAM.
“Kami mendesak perusahaan-perusahaan tersebut untuk mengambil tindakan yang sesuai untuk mengatasi dampak negatif dari aktivitas mereka,” tambahnya.
BACA JUGA:Israel Gencarkan Lagi Pemukiman E1 di Tepi Barat, Total 3.400 Rumah akan Dibangun di Tanah Palestina
Komisaris Tinggi HAM, Volker Turk mengecam kebijakan Israel dalam mendirikan pemukiman di wilayah Palestina yang ia anggap sebagai kejahatan perang.
“Laporan ini menegaskan tanggung jawab bagi perusahaan yang beroperasi di wilayah berkonflik untuk memastikan kegiatan mereka tidak berkontribusi pada pelanggaran hak asasi manusia,” jelas Turk dalam sebuah pernyataan.
Israel pun memberikan respons dengan mengatakan bahwa laporan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan jauh melampaui lingkup OHCHR. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: afp