FGD Bank Indonesia 2-3 Oktober 2025 (2): Menjaga Stabilitas dan Mengejar Pertumbuhan Ekonomi yang Lebih Baik

FGD Bank Indonesia 2-3 Oktober 2025 (2): Menjaga Stabilitas dan Mengejar Pertumbuhan Ekonomi yang Lebih Baik

PARA peserta FGD Bank Indonesia di Bali.-istimewa-

BACA JUGA:FGD Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Bali (2-Habis): Literasi Digital untuk Mencegah Risiko Transaksi Digital

Pun, banyak investor yang lebih memilih investasi ke aset-aset aman, terutama emas. Untuk nilai tukar rupiah sendiri, ada indikasi mengalami pelemahan. 

Harus diakui, saat ini depresiasi rupiah masih menghantui kondisi perekonomian nasional. Meski Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimistis rupiah akan kembali menguat, tanda-tanda ke arah sana belum terlihat kuat. 

Level rupiah saat ini tercatat berada di atas asumsi pemerintah yang mematok di angka Rp16.000 per dolar AS. Rerata nilai tukar rupiah secara year-to-date sejak awal tahun hingga saat ini berada di level Rp16.411 per dolar AS. 

BACA JUGA:FGD Bank Indonesia, Akademisi, dan Peneliti (1): Mengelola Mitos, Mendorong Optimisme

BACA JUGA:FGD Bank Indonesia, Akademisi, dan Peneliti (2-Habis): Menakar Manfaat Digitalisasi Sistem Pembayaran

Itu berarti, nilai tukar rupiah melemah 411 poin dari asumsi yang dipatok pemerintah. Pelemahan niai tukar rupiah hingga 411 poin tersebut dikalkulasi akan berisiko menambah defisit anggaran sebesar Rp13,97 triliun. 

Benar bahwa setiap pelemahan nilai tukar rupiah Rp100 per dolar AS akan berdampak pada kenaikan penerimaan negara Rp4,7 triliun. Namun, di sisi yang lain, akibat pelemahan rupiah, belanja negara juga melonjak Rp8 triliun sehingga setiap terjadi pelemahan rupiah 100 poin, defisit anggaran yang mesti ditanggung adalah Rp3,4 triliun. 

Efek domino dari pelemahan rupiah tidak hanya mengakibatkan terjadinya kenaikan biaya hidup, karena kenaikan harga barang dan jasa di pasar, yang mengakibatkan masyarakat harus mengalokasikan lebih banyak dana untuk memenuhi kebutuhan pokok. 

Tetapi, juga mengakibatkan terjadinya penurunan daya beli, terutama kelompok menengah ke bawah. Dengan demikian, bukan tidak mungkin akan mengakibatkan terjadinya inflasi lantaran kenaikan harga barang impor.

Di lapangan kita bisa melihat bahwa biaya produksi di berbagai industri meningkat karena harga bahan baku impor menjadi lebih mahal. Itu dapat mengurangi margin keuntungan dan daya saing produk manufaktur lokal. Pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan kondisi ekonomi nasional menjadi makin rentan dan berisiko menyebabkan Indonesia harus menghadapi inflasi.

 

PERTUMBUHAN EKONOMI

Dengan melihat kondisi perekonomian global dan pelemahan nilai tukar rupiah, implikasi yang tidak terhindarkan adalah pertumbuhan ekonomi nasional. Meski pemerintah tetap optimis pertumbuhan ekonomi dapat mencapai lebih dari 5 persen, sejumlah lembaga memprediksi angkanya tidaklah seoptimis itu.

Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), misalnya, dilaporkan telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5 persen menjadi 4,9 persen untuk keseluruhan tahun 2025. Demikian juga untuk 2026, dari 5,1 persen menjadi 5 persen. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: