Menag Nasaruddin Umar: Asia Tenggara Harus Jadi Pusat Peradaban Islam Dunia yang Baru

Menag Nasaruddin Umar: Asia Tenggara Harus Jadi Pusat Peradaban Islam Dunia yang Baru

Dalam forum MABIMS, Menteri Agama RI Nasaruddin Umar, berharap kawasan Asia Tenggara dapat mengambil peran besar sebagai pusat peradaban Islam dunia yang baru.--Kementerian Agama Republik Indonesia

Nasaruddin berbagi praktik baik yang telah dilakukan Kementerian Agama terkait pemberdayaan masjid dalam satu tahun terakhir.

Ia mencontohkan Masjid Istiqlal Jakarta sebagai salah satu bentuk nyata penerapan konsep tersebut. 

Selain ramah terhadap jamaah, masjid tersebut juga ramah lingkungan, bahkan menjadi masjid pertama di dunia yang meraih sertifikasi bangunan hijau (green building) atau The Excellence in Design for Greater  Efficiencies (EDGE) dari International Finance Corporation (IFC), yakni lembaga keuangan di bawah naungan Bank Dunia.

BACA JUGA:Menag di Pembukaan MQK Internasional: Korban Perubahan Iklim Lebih Besar Daripada Perang

Tak hanya itu, Masjid Istiqlal juga memanfaatkan daur ulang air wudu untuk menyiram tanaman dan membersihkan area masjid, seperti menyittram tanaman serta menyemprot debu di lingkungan masjid. 

“Terobosan lain yang dilakukan Kemenag adalam membantu 4.450 UMKM dengan pinjaman tanpa bunga (qardul hasan) melalui program Masjid Berdaya Berdampak atau Madada,” sebut Menag. 

Kementerian Agama juga telah membantu pembangunan 647 masjid dan musala, serta meningkatkan kapasitas 1350 takmir masjid. Hal tersebut dilakukan agar mereka tidak hanya fokus pada kegiatan agama, namun juga mampu menggerakkan perekonomian umat.

BACA JUGA:Menag Beri Perhatian Khusus Standar Pembangunan Gedung Ponpes

Visi dan Sinergi MABIMS

Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (Mabims) merupakan forum kerja sama yang memiliki visi keagamaan selaras dan inklusif, di antaranya yakni:

  • Brunei Darussalam menegaskan filosofi Melayu Islam Beraja dengan memperkuat pendidikan Islam dan menjadikan masjid pusat peradaban.
  • Malaysia mengusung visi Malaysia MADANI yang menekankan pembangunan berbasis nilai kemanusiaan, kesejahteraan, dan keberlanjutan berlandaskan maqasid syariah.
  • Singapura menerapkan Religious Harmony and Community Resilience Strategy, yang menampilkan wajah Islam moderat dan ramah di tengah masyarakat multikultural.
  • Indonesia mengusung gagasan Moderasi Beragama dan Trilogi Kerukunan Jilid II, yakni kerukunan antar manusia, dengan alam, dan dengan Tuhan, sebagai dasar harmoni sosial dan perdamaian di tengah keberagaman bangsa.

Nasaruddin menegaskan pentingnya menyatukan empat strategi keagamaan MABIMS sebagai paradigma bersama. Hal tersebut bertujuan guna memahami dinamika keagamaan di kawasan, memperkuat dialog lintas iman, dan membangun solidaritas Islam Asia Tenggara.

BACA JUGA:Komisi VIII DPR Desak Kemenag Evaluasi Izin Ponpes Al Khoziny

Selain itu, ia juga menyoroti peran teknologi di era digitas saat ini, dapat menjadi alat efektif dalam mengenalkan koeksistensi damai serta kolaborasi lintas agama. 

“Melalui kurikulum yang inklusif dan pengajaran nilai-nilai universal, kita dapat membentuk generasi yang siap hidup dalam harmoni serta bekerja sama membangun masyarakat yang lebih inklusif,” ungkapnya.

Dengan begitu, Nasaruddin berharap Mabims dapat terus menjadi perekat harmoni antara negara dan agama, serta memperkuat persaudaraan umat Islam di kawasan Asia Tenggara. (*)

*) Mahasiswa magang dari Prodi Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: