Menggagas Santri 5.0: Refleksi Hari Santri, 22 Oktober

Menggagas Santri 5.0: Refleksi Hari Santri, 22 Oktober

ILUSTRASI Menggagas Santri 5.0: Refleksi Hari Santri, 22 Oktober 2025..-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA: Hari Santri 22 Oktober 2025 Apakah Tanggal Merah?

BACA JUGA:Lirik Lagu Hari Santri: Makna dan Semangat di Balik Mars 22 Oktober 45!

Serambi pesantren melambangkan keheningan dan kedalaman, sedangkan dunia digital melambangkan keterbukaan dan percepatan. Peralihan dari serambi ke digital menandai transformasi epistemologis, dari ruang pengajaran terbatas di pesantren menuju jejaring pengetahuan tanpa batas.

Secara historis, pesantren selalu menjadi benteng moral bangsa. Dari KH Hasyim Asy’ari hingga KH Ahmad Dahlan, lahir ulama yang menjembatani agama dan kebangsaan. Kini, di abad digital, pesantren dituntut melahirkan generasi yang memadukan nilai dan inovasi. 

Evolusi santri itu membentuk lima fase kesadaran santri: (i) Santri 1.0: Santri penuntut ilmu sejati, beradab sebelum berilmu; (ii) Santri 2.0: Santri pengamal ilmu, menebar manfaat sosial; (iii) Santri 3.0: Santri pembelajar inovatif, terbuka pada sains dan usaha; (iv) Santri 4.0: Santri kolaborator digital, berdakwah di ruang maya; dan (v) Santri 5.0: Santri mujadid peradaban, memadukan iman dan inovasi.

BACA JUGA:6 Film Bertema Kehidupan Santri, Tontonan Spesial untuk Hari Santri Nasional 22 Oktober

BACA JUGA:5 Tradisi Memperingati Hari Santri Nasional 2025 di Indonesia

Santri tidak meninggalkan serambi. Santri memperluasnya, dari pelita musala menjadi cahaya dunia maya. Santri tetap bersarung, tapi kini juga berjejaring global.

MENATA IMAN DAN KEMANDIRIAN

Tragedi musala di Sidoarjo bukan hanya kecelakaan bangunan, melainkan peringatan peradaban. Tragedi yang memilukan itu mengingatkan bahwa spiritualitas tanpa profesionalitas bisa berujung petaka, sebagaimana sistem tanpa nilai melahirkan kehampaan.

Kita sering unggul dalam semangat, tetapi tertinggal dalam sistem. Padahal, iman dan ikhtiar adalah dua sayap peradaban. Yang satu memberikan arah dan yang lain memberikan daya.

BACA JUGA:Semangat Baru Hari Santri 2025: Mengupas Sejarah, Tema, dan Maknanya

BACA JUGA:Hari Santri 2025 Jadi Momentum Refleksi Satu Dekade Perjuangan Santri

Amal baik membutuhkan struktur yang kuat. Setiap pembangunan, bahkan rumah ibadah, harus berpijak pada manajemen risiko, standar teknis bangunan, dan akuntabilitas keuangan. Itulah tafsir baru kesalehan sosial, bahwa niat yang tulus mesti bertemu tata kelola yang tertib.

Banyak lembaga keagamaan lahir dari niat mulia, tetapi tersandung oleh lemahnya sistem keberlanjutan. Diperlukan pergeseran paradigma dari niat ke sistem, dari infak ke investasi sosial, dan dari karitatif ke produktif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: