Menghakimi Pesantren, Adilkah Kita?

Menghakimi Pesantren, Adilkah Kita?

Ilustrasi pesantren yang saat ini sedang dalam sorotan publik.-QWEN-QWEN

BACA JUGA:Sambut Hari Santri, Gernas Ayo Mondok Sampaikan Risalah Jaga Marwah Pesantren dan Santri

BACA JUGA:Deretan Pondok Pesantren Terbaik di Indonesia: Perpaduan Tradisi, Ilmu, dan Modernisasi

Hal ini adalah wujud rasa memiliki dan kesempatan untuk berbakti. Demikian pula dengan tradisi mencium tangan kiai. Hal tersebut bukanlah gestur perbudakan, melainkan tanda cinta (mahabbah) dan penghormatan tertinggi  (ta'dzim) kepada guru yang telah memberikan ilmunya dengan tulus.

Dalam tradisi pesantren ada keyakinan mendalam: "Saya adalah hamba dari siapa pun yang telah mengajarkan saya walau hanya satu huruf."

Ini adalah kerangka spiritual yang tidak bisa diukur dengan standar relasi transaksional modern. Di dalam dunia Pesantren, pengabdian adalah kehormatan bukan penindasan.

Kritikan Adalah Perbaikan

Semangat keikhlasan dan tradisi khidmah tidak boleh menjadi pembenaran mutlak untuk mengabaikan aspek keselamatan.

Tragedi rubuhnya gedung pesantren ataupun viralnya video ratusan santri mengecor bangunan bertingkat adalah sebuah alarm keras bagi dunia pesantren untuk mulai berbenah.

Semangat gotong royong memang mulia. Tetapi untuk proyek konstruksi berskala besar, terutama bangunan bertingkat, keahlian profesional adalah sebuah keharusan.

Pesantren perlu mulai mengadopsi prinsip-prinsip dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Ini bukan berarti mengubah pesantren menjadi korporasi, namun memastikan adanya manajemen mitigasi risiko yang jelas.

Area konstruksi harus dipagari dan diberi penanda yang jelas, serta aksesnya harus dibatasi secara ketat. Santri tidak boleh ditempatkan atau beraktivitas di dalam gedung yang belum selesai dibangun dan belum teruji kelayakannya.

Pesantren bisa memberdayakan jaringan alumninya yang mungkin berprofesi sebagai arsitek atau insinyur sipil untuk memberikan konsultasi, atau secara proaktif bekerja sama dengan lembaga pemerintah dan swasta yang memiliki keahlian di bidang konstruksi.

Modernisasi manajemen seperti ini bukanlah pengkhianatan terhadap tradisi. Melainkan sebuah ikhtiar untuk melindungi aset paling berharga, yaitu nyawa para santri.

Pesantren terbukti menjadi tulang punggung pendidikan karakter bangsa selama berabad-abad. Jasa mereka dalam mencerdaskan kehidupan rakyat kecil, dari zaman penjajahan hingga hari ini, sungguh tidak ternilai harganya.

BACA JUGA:Jaga Kyai, Jaga Negeri, Ketua DPRD Kabupaten Gresik Sebut Pesantren Benteng Moral Bangsa

BACA JUGA:Pemerintah Bentuk Satgas Khusus Tertibkan Bangunan Pesantren

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: