Diungkap, Motif Suami Bunuh Istri di Banyuwangi: Pelaku Takut Kehilangan

Diungkap, Motif Suami Bunuh Istri di Banyuwangi: Pelaku Takut Kehilangan

ILUSTRASI Diungkap, Motif Suami Bunuh Istri di Banyuwangi: Pelaku Takut Kehilangan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Rahayu: ”Saya lihat bapaknya (tersangka Gandi) mengantar sekolah anak ragil (bungsu). Itu juga tidak biasa. Biasanya yang mengantarkan si ragil sekolah adalah bapaknya bapaknya (kakek si ragil yang tinggal tak jauh dari situ). Kok, ini bapaknya sendiri yang mengantarkan naik mobil.”

Setelahnya, Rahayu tak melihat bahwa Gandi pulang lagi. Kemudian, Gandi membunuh Dian. Ia menikam dada korban dengan pisau dapur, tembus jantung.

Rahayu: ”Padahal, mereka (Gandi dan Dian) tinggal di sini sejak mereka nikah (2011). Mereka tidak pernah cekcok. Saya tidak pernah dengar mereka cekcok. Apalagi KDRT, sama sekali tidak pernah. Mereka harmonis.”

Aneka teori tentang suami bunuh istri, umumnya, menyebut dua hal: KDRT dan pelaku posesif.

Posesif adalah rasa ingin memiliki (pasangan) secara berlebihan. Ia merasa pasangannya miliknya (bukan milik Tuhan). Maka, ia mengontrol pasangan secara ekstrem. Habis-habisan. Pelaku cemburu, sangat tidak percaya diri, mengawasi pasangan secara sangat ketat, meski tanpa indikator selingkuh. 

Riset lima ilmuwan Yunani, Koureta Anastasia, Gaganakis Manolis, Georgiadou Eleni, P. Bozikas Vasilios dan Agorastos Agorastos, yang dipublikasi di National Centre of Biotechnology Information (NCBI) menyebutkan hal itu.

Judul risetnya Heterosexual Intimate Partner Femicide: A Narrative Review of Victim and Perpetrator Characteristics. Itu studi pustaka dari berbagai hasil riset.

Intinya, intimate partner femicide (IPF) atau kasus suami bunuh istri adalah femisida paling sering terjadi di dunia. Itu pembunuhan berbasis gender, soal ketidaksetaraan gender terus-menerus di seluruh dunia. 

Hasilnya, faktor pencetus IPF dari sudut pandang pelaku, mayoritas meliputi hal berikut ini: kecemburuan, perpisahan, konflik berulang, KDRT berulang.

Penggunaan senjata, terutama pisau dan senjata api, dan pembunuhan berlebihan seperti mutilasi, sering terjadi. Pelaku sering menunjukkan perilaku menguntit. Ditambah punya riwayat jadi pelaku KDRT. 

Pelaku secara berlebihan selalu menguntit korban adalah sikap posesif. Jadi, intinya, pelaku sering melakukan KDRT dan posesif. Bisa salah satunya atau keduanya. 

Riset itu mengutip hasil riset dua ilmuwan, Spencer C.M. dan Stith S.M., berjudul Risk Factors for Male Perpetration and Female Victimization of Intimate Partner Homicide (2020) yang menyebutkan hal senada dengan riset lima ilmuwan di atas. 

Disebutkan, perilaku pengendalian total, ancaman, kekerasan sebelumnya, dan ide pembunuhan atau bunuh diri pelaku, menjadi indikator penting peningkatan risiko. 

IPF bukan tindakan tidak terduga. Melainkan, sebagai puncak dari kekerasan yang bersifat koersif dan meningkat seiring waktu. 

Meski mayoritas pembunuhan tidak direncanakan, pembunuhan jarang terjadi tanpa tanda-tanda peringatan sebelumnya. Tanda-tanda adalah KDRT berulang dan posesif pelaku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: