Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (65): Nyanyian Rembulan di Kota Tua

Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (65): Nyanyian Rembulan di Kota Tua

ROMBONGAN SENIMAN Suku Yi bernyanyi menyambut peserta program CIPCC di Kota Kuno Jiangshan, Xichang, 22 Oktober 2025.-Doan Widhiandono-

Pekan yang dijalani peserta program China International Press Communication Center (CIPCC) di Provinsi Sichuan begitu berwarna-warni. Di Kota Kuno Jiangshan, Xichang, warna-warni itu berkumpul pada satu lokasi.

MATAHARI sudah lama tenggelam ketika kami memasuki gerbang selatan Jiangshan Ancient City (江山古城南门/ Jiāngshān gǔchéng nán mén).

Gerbang itu kokoh, tinggi, dan anggun. Seolah menyambut pengunjung dengan wibawa enam abad sejarah di balik batu-batu hitamnya. Sejumlah lampion menghiasi puncak gerbang yang menyerupai benteng tersebut. Lampion naga. Juga bentuk-bentuk dekoratif lainnya.

Di balik lengkung gerbang, atmosfer terasa lebih hidup. Suara orang berlalu-lalang. Aroma makanan mulai menggoda. Dan lamat-lamat, terdengar suara itu: musik pentatonis khas suku Yi.

BACA JUGA:Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (64): Pesta Buah di Tengah Kebun

BACA JUGA:Siswa ITCC Raih Beasiswa ke Tiongkok (6): Siap Taklukkan Dunia Siber

Ya, dua lelaki dari Suku Yi (彝族/ Yízú) berdiri di bawah pohon. Yang satu memetik gitar. Satu lai memainkan alat musik unik yang memanfaatkan resonansi di mulut. Alat musik getar itu disebut kou xian (口弦).

Irama yang mereka mainkan sederhana. Nada-nada minornya mengalun lembut. Seperti undangan untuk masuk lebih dalam ke dunia mereka. Juga undangan untuk memainkan instrumen tersebut. Tentu, undangan itu tak bisa saya tolak. Saya mainkan gitar itu diiringi tepuk tangan mereka.

Tapi, di alun-alun utama setelah gerbang, suasana makin ramai. Sekelompok perempuan paruh baya, dengan pakaian warna-warni khas Yi, menari perlahan. Di balkon bangunan dua lantai yang berdiri di tepi lapangan, terdengar suara perempuan melengking tinggi. Dia menjadi lead voice bagi sebuah kor yang segera disambut warga dan pengunjung.

Kami ikut berdiri dan menyanyi bersama. Salah satunya lagu yang sangat familiar: Yue Liang Dai Biao Wo De Xin (月亮代表我的心). Itulah lagu abadi Teresa Teng, artis superlegendaris di kalangan warga Tionghoa. Kami bernyanyi diiringi iringan biola. Juga tepuk tangan dan suara spontan dari kerumuman.


DERETAN LAMPION membentuk langit-langitsemu di jalanan Kota Kuno Jiangshan.-Doan Widhiandono-

Setelah lagu usai, gelas-gelas kecil diangkat tinggi. “Ganbei (干杯)!” seru mereka. Kami bersulang dengan bai jiu (白酒) yang hangat. Itulah minuman keras tradisional Tiongkok yang aromanya tajam dan rasanya membakar tenggorokan.

Tapi justru di situlah letak keramahan mereka: siapa pun yang meneguk, dianggap sah menjadi bagian dari lingkaran pertemanan baru.

Jiangshan Ancient City bukan sekadar tempat wisata. Ia bagian dari sejarah panjang Xichang (西昌), ibu kota Prefektur Otonom Liangshan Yi (凉山彝族自治州).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: