Militer di Ranah Sipil: Stabilitas atau Kemunduran Demokrasi?

Militer di Ranah Sipil: Stabilitas atau Kemunduran Demokrasi?

ILUSTRASI demonstrasi menolak militer kembali ke ranah sipil alias dwifungsi TNI. -istimewa-

KEPUTUSAN pemerintah bersama DPR untuk merevisi undang-undang yang memperluas peran militer dalam urusan sipil kembali membuka perdebatan besar di ruang publik. Aturan itu memberikan peluang lebih luas bagi militer untuk mengurus hal-hal di luar fungsi utamanya. Misalnya, keterlibatan dalam program pangan, proyek strategis nasional, dan penanganan aksi massa. 

Kebijakan itu diklaim sebagai solusi untuk menjaga stabilitas dan mempercepat pembangunan nasional. Namun, bagi banyak pihak, langkah tersebut justru dianggap sebagai kemunduran demokrasi yang dapat mengancam kedaulatan sipil.

Bagi saya pribadi, isu itu bukan sekadar soal teknis hukum atau pergeseran kewenangan antarlembaga negara. Lebih dari itu, ia menyangkut arah perjalanan demokrasi Indonesia yang sudah diperjuangkan dengan susah payah sejak Reformasi 1998. 

BACA JUGA:BEM SI Kerakyatan Desak Pemerintah Akhiri Militerisme dan Akomodasi Tuntutan 17+8

BACA JUGA:Menengok Barak Militer Ala Dedi Mulyadi dari Sudut Pandang Psikologi Pendidikan

Pada masa itu, salah satu tuntutan terkuat rakyat adalah mengakhiri dwifungsi ABRI (TNI)–konsep yang memberi militer peran ganda, baik di bidang pertahanan maupun dalam politik serta pemerintahan. 

Reformasi berhasil membatasi peran militer hanya pada sektor pertahanan. Tapi, kini, setelah lebih dari dua dekade, semangat itu seakan diputar balik dengan hadirnya kebijakan baru tersebut.

Sejarah seharusnya menjadi cermin. Kita pernah merasakan bagaimana dominasi militer membuat ruang demokrasi menyempit. 

BACA JUGA:Program Barak Militer ala Kang Dedi Mulyadi (KDM)

BACA JUGA:Pro-Kontra UU TNI: Menelaah Peran Militer dalam Politik dan Sosial Indonesia

Kritik publik kerap dibungkam, oposisi politik dipinggirkan, dan kebijakan negara cenderung berpihak kepada stabilitas semu daripada kesejahteraan rakyat. 

Kini, ketika wacana melibatkan militer dalam urusan sipil kembali menguat, saya khawatir kita sedang membuka pintu menuju situasi serupa.

Memang, harus diakui ada sejumlah alasan yang membuat sebagian kalangan mendukung langkah itu. Mereka berpendapat bahwa tantangan bangsa makin kompleks. 

BACA JUGA:Militerisme Hibrida Menghadapi Supremasi Sipil

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: