Sertifikat Elektronik Batasi Hak Milik untuk Rumah Tinggal

Sertifikat Elektronik Batasi Hak Milik untuk Rumah Tinggal

E sertifikat tanah yang diharapkan bisa memastikan ketersediaan tanah untuk warga dan pembatasan luasan tanah yang dikuasai oleh perorangan.-Kementerian ATR/BPR-


--

DEWASA ini, membeli rumah tinggal di Indonesia menjadi semakin sulit karena harga yang terus meroket. Pada 2025, bestbrokers.com dalam laporannya menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia dalam kategori ketidakmampuan warga membeli rumah. Peringkat tersebut dihitung berdasarkan rasio harga tanah dibandingkan pendapatan rata-rata masyarakat.

Dalam laporannya, Bestbrokers menyatakan bahwa rasio harga rumah terhadap pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia mencapai 49,86%. Angka ini dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia per tahun sebesar Rp37,64 juta dan harga tanah per meter persegi sebesar Rp18,19 juta. Dari data tersebut dapat digambarkan bahwa untuk memiliki rumah tinggal seluas 100 m², seseorang dengan pendapatan Rp37,64 juta per tahun harus mengalokasikan seluruh pendapatannya selama 50 tahun. Salah satu faktor pemicu tingginya harga rumah adalah penguasaan tanah secara berlebihan oleh sebagian kelompok.

Pemerintah sebenarnya telah mengatur pembatasan kepemilikan rumah tinggal melalui Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal. Pasal 4 ayat (3) aturan tersebut menyebutkan bahwa seseorang tidak boleh memiliki Hak Milik untuk rumah tinggal lebih dari lima bidang, dengan total luas tidak melebihi 5.000 m². Pembatasan ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan rumah tinggal bagi masyarakat, sesuai amanat Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BACA JUGA:Buntut Kasus Pagar Laut, Kementerian ATR/BPN Batalkan 209 Sertifikat Tanah di Atas Laut Tangerang dan Bekasi

BACA JUGA:Sertifikat Tanah Hilang? Jangan Panik, Ini Dia Cara Mengurusnya

Implementasi aturan tersebut dilakukan dengan mewajibkan setiap pemohon Hak Milik melampirkan surat pernyataan saat mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pernyataan tersebut berisi keterangan bahwa pemohon, setelah memperoleh Hak Milik yang dimohonkan, tidak akan memiliki lebih dari lima bidang dengan total luas tidak lebih dari 5.000 m².

Surat ini menjadi dasar pertimbangan BPN dalam memberikan hak atas tanah. Bila ditemukan bahwa pemohon telah memiliki lebih dari batas yang ditentukan, permohonan dapat ditolak. Bahkan, BPN dapat membatalkan Hak Milik yang telah diberikan apabila ditemukan informasi yang tidak benar, sesuai asas contrarius actus, yakni lembaga yang mengeluarkan keputusan berwenang mencabut keputusan tersebut. Pembatalan ini membuat tanah kembali menjadi tanah negara.

Meskipun aturan pembatasan telah ada, dalam praktik masih banyak ditemukan kepemilikan rumah tinggal yang melebihi batas. Hal ini terjadi karena keterbatasan sistem administrasi pertanahan. Sistem pendaftaran tanah di BPN yang selama ini mengandalkan dokumen fisik menyulitkan proses pengawasan, karena pengecekan harus dilakukan secara manual terhadap seluruh buku tanah. Selain itu, dokumen disimpan di kantor pertanahan setempat, sehingga tidak dapat diakses oleh kantor pertanahan lain, termasuk untuk memeriksa kepemilikan pemohon di luar wilayah permohonannya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah melakukan transformasi sertifikat hak atas tanah menjadi sertifikat elektronik. Pensertifikatan elektronik pertama kali diatur melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Dengan sistem elektronik, seluruh data kepemilikan tanah dari berbagai wilayah akan terintegrasi secara nasional, mempermudah akses dan pengawasan. Dengan demikian, pemerintah lebih mudah menegakkan aturan pembatasan kepemilikan tanah. Pemilik tanah juga dapat melihat status tanah mereka di seluruh wilayah Indonesia melalui aplikasi yang disediakan BPN.

BACA JUGA:Serahkan Sertifikat Tanah Elektronik di Jateng, AHY Tegaskan Pentingnya Keamanan Data

BACA JUGA:Menteri AHY: Sertifikat Tanah Wakaf Harus Diprioritaskan

Dengan penegakan hukum terhadap kepemilikan tanah yang melebihi batas, pemerintah dapat melakukan redistribusi tanah untuk pembangunan rumah tinggal. Ketersediaan tanah yang memadai akan mengurangi hambatan pembangunan perumahan, membuat harga tanah lebih terjangkau, dan pada akhirnya menurunkan harga rumah. Jika pemerintah konsisten menjaga batas kepemilikan, dalam jangka panjang harga rumah dapat menjadi lebih stabil sehingga masyarakat berpenghasilan rata-rata memiliki peluang lebih besar untuk memiliki rumah tinggal yang layak. (*)

*) Dosen Fakultas Hukum, Universitas Surabaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: